|
TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa penyakit rabies merupakan penyakit fatal yang menyerang sistem saraf pada semua hewan dan manusia yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui air liur dari hewan pembawa, penderita atau penular; b. bahwa Provinsi Papua merupakan wilayah bebas penyakit rabies, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah penularan penyakit rabies; c. bahwa Provinsi Papua dengan keanekaragaman budaya yang khas menjadi daya tarik bagi dunia pariwisata dan dengan kondisi geografis wilayah yang luas merupakan faktor penghambat dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pemasukan hewan penular rabies; d. bahwa untuk mempertahankan Provinsi Papua tetap sebagai wilayah bebas penyakit rabies perlu melarang masuknya hewan penular rabies; e. bahwa untuk maksud tersebut huruf d, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lemaran Negara Nomor 2824); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembara Negara Nomor 2907); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3945); 5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4151); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan Pencegahan, Pemberantasan Dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PAPUA dan GUBERNUR PROVINSI PAPUA MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Papua; 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Papua; 3. Gubernur ialah Gubernur Provinsi Papua; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang selanjutnya disingkat DPRP adalah Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua; 5. Dinas adalah Dinas Perternakan Provinsi Papua 6. Karantina hewan yang selanjutnya disebut karantina adalah balai, stasion dan wilayah kerja karantina di Proivinsi Papua; 7. Orang adalah orang perorangan atau badan hukum; 8. Hewan penular rabies yang selanjutnya disingkat HPR adalah semua hewan baik yang liar maupun yang sudah dipelihara yang dapat bertindak sebagai pembawa dan atau penular penyakit rabies kepada sesama hewan maupun kepada manusia, seperti anjing, kucing, kera dan hewan lainnya.
BAB II KEWENANGAN Paal 2 (1) Pemerintah Provinsi berwenang melakukan pencegahan, pengawasan dan pembinaan terhadap pemasukan hewan penular rabies. (2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelarangan pemasukan hewan penular rabies yang dilaksanakan oleh karantina hewan, kecuali pada tempat pemasukan yang belum ada petugas karantina. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan umum dan pengawasan teknik terhadap pemasukan hewan penular rabies. (4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pencegahan dan penularan penyakit rabies. (5) Pencegahan, pengawasan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis, pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas.
Pasal 3 (1) Pemerintah Provinsi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berkoordinasi dengan pimpinan karantina yang berada di wilayah Provinsi Papua untuk melakukan penolakan pemasukan dan pemusnahan hewan penular rabies. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di luar wilayah karantina.
BAB III LARANGAN DAN SANKSI Pasal 4 Setiap orang dilarang memasukan hewan penular rabies ke wilayah Provinsi Papua.
Pasal 5 Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hanya dapat dilakukan untuk kepentingan negara, pertahanan keamanan dan riset ilmiah. Pasal 6 Pemasukan hewan sebagai pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 7 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dikenakan sanksi berupa tindakan perintah pengembalian hewan ke daerah asal atau pemusnahan (2) Sanksi berupa tindakan perintah pengembalian hewan penular rabies dilakukan oleh petugas karantina dalam hal hewan tersebut masih berada di atas kapal/pesawat/ angkutan darat dalam wilayah karantina. (3) Sanksi berupa perintah pemusnahan hewan penular rabies dilakukan petugas karantina dalam hal hewan tersebut masih berada di atas kapal/pesawat/angkutan darat dalam wilayah karantina. (4) Sanksi berupa pemusnahan hewan penular rabies yang telah berada di luar wilayah karantina dapat dilakukan oleh Dinas dan atau berkoordinasi dengan karantina.
BAB IV KETENTUAN PIDANA Pasal 8 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.0000.0000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 9 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimasud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan mengenai kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. menerima buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang/dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997.
BAB VI KEJADIAN LUAR BIASA Pasal 10 Apabila di wilayah Provinsi Papua telah terjangkit penyakit rabies, maka Pemerintah Provinsi wajib melakukan tindakan pengendalian dan pemberantasan.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Hal-hal mengenai teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 12 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Papua. Ditetapkan di J a y a p u r a pada tanggal 26 April 2006
PENJABAT GUBERNUR PROVINSI PAPUA CAP/TTD DR. SODJUANGON SITUMORANG, M.Si
Diundangkan di Jayapura pada tanggal 27 April 2006 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA TTD ANDI BASO BASSALENG LEMBARAN DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2005 NOMOR 58
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya AN. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA KEPALA BIRO HUKUM
W. TURNIP, SH.MM
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULARAN RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA
I. UMUM : Pembangunan dibidang peternakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia guna memenuhi kebutuhan bahan makan yang berasal dari ternak yang memenuhi standar kesehatan. Sejalan dengan tujuan dimaksud maka upaya-upaya pemeliharaan kesehatan dan pemberantsan serta pencegahan penyakit hewan merupakan prioritas yang perlu dilakukan secara sistematis dan terencana. Penyakit anjing gila/rabies adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus yang dapat ditularkan dari hewan ke hewan dan atau dari hewan ke manusia, penyakit ini sangat berbahaya karena tidak dapat diobati. Apabila telah timbul gejala klinis pada hewan atau manusia yang terjangkit penyakit rabies selalu berakhir dengan kematian. Hal ini disebabkan penyakit rabies bersifat akut dan menyerang susunan syaraf pusat pada hewan dan manusia. Di Indonesia berdasarkan data kwantitatif yang ada terdapat jenis hewan tertentu yang berpotensi menularkan rabies kepada manusia. Penyebaran dan penularan penyakit ini sangat cepat dapat terjadi antarkota dan antardaerah. Sesuai dengan sifat penyakit rabies seperti disebutkan di atas maka apabila penyakit rabies telah menular ke suatu daerah akan menimbulkan kerugian yang besar baik kerugian materiil maupun kerugian psikologis.Kerugian materiil berupa biaya pemberantasan yang besar, sedangkan kerugian psikologis berupa ketakutan masyarakat akibat ancaman gigitan anjing/hewan lain penderita rabies dan membutuhkan waktu pemulihan yang lama. Provinsi Papua merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam dan kaya akan keanekaragaman budaya sehingga merupakan aset potensial untuk kepentingan pembangunan, khususnya dibidang pariwisata. Terkait dengan hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096 Tahun 1999 ditetapkan sebagai daerah bebas rabies. Dalam rangka upaya menjaga dan mempertahankan wilayah Papua sebagai daerah bebas rabies perlu dilakukan kebijakan di bidang peternakan yang disamping menjamin mutu kesehatan hewan juga menjamin kesehatan masyarakat pada umumnya. Salah satu langkah kebijakan yang perlu ditempuh dalam hal ini adalah melalui pelarangan pemasukan hewan penular rabies yang diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.
II. Pasal Demi Pasal : Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Yang dimaksud untuk kepentingan Negara dan pertahanan keamanan adalah anjing yang digunakan dalam rangka kepentingan Negara dan pertahanan keamanan negara seperti anjing pelacak kepolisian, anjing pelacak bea cukai, anjing pelacak TNI. Kepentingan ilmiah yang dimaksudkan disini adalah penggunaan hewan-hewan sebagai obyek penelitian di laboratorium. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pemusnahan adalah pembunuhan dengan cara yang wajar, kemudian bangkai hewan dikubur atau dibakar oleh instansi karantina hewan atau Dinas Peternakan atau dinas yang mengurusi fungsi peternakan.. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ay at (4) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas
SUMBER BIRO HUKUM SETDA PROVINSI PAPUA
|