Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menegaskan pasal 299 dalam draft Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otsus di Tanah Papua akan berlaku apabila peraturan semua peraturan-peraturan di depannya tidak dilaksanakan dengan baik. Hal demikian menanggapi adanya pro dan kontra isi dari pasal 299 dalam Rancangan UU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua yang berbunyi "apabila
undang-undang tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah secara konsisten dan konsukuen serta tidak membawa manfaat yang signifikan bagi upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan orang asli Papua, atas prakarsa MRP dapat di selenggarakan referendum yang melibatkan seluruh orang asli Papua untuk menentukan nasib sendiri".
Jadi memang isinya seperti itu. Apabila tidak dilaksanakan dengan baik dan konsisten maka itu akan terjadi. Tapi kalau dilaksanakan dengan baik, maka dengan sendirinya tidak akan terjadi. Sebab yang kita coba hindari saat ini adalah kami tidak ingin terulang seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang diberikan oleh pusat dimana hal itu tidak dilaksanakan dengan baik bahkan tidak ada regulasi,â€
jelasnya kepada pers di Jakarta, Rabu (22/1). Menurutnya, pasal 299 dalam draft UU yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden merupakan bagian dari keinginan rakyat yang disampaikan kepada pemerintah. Dimana pasal tersebut diadakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar hak masyarakat.
Dilain pihak, selama 12 tahun pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua sampai saat ini, masyarakat belum sepenuhnya merasakan dengan baik harapan dari masyarakat itu sendiri. Sehingga dalam rentang waktu yang berjalan sampai saat ini, turut bermunculan sejumlah pendapat yang mengatakan bahwa Otsus di Tanah Papua tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya setuju dengan pendapat tersebut, karena ada indikator yang bisa diukur, dimana dalam Musrenbangnas tahun 2013 lalu Presiden dalam sambutannya menyampaikan bahwa dari 33 provinsi di Indonesia, Papua merupakan yang terburuk, terjelek dan lainnya.
Dari sini kita bisa lihat bahwa berarti benar dong bila disinkronkan dengan pendapat rakyat mengatakan bahwa otonomi khusus gagal dengan presentase yang dibuat pemerintah pusat waktu dalam Musrenbangnas kemarin, bahwa 50 tahun bergabung dengan NKRI dan 12 tahun ada kekhususan melalui UU Otsus, semua belum nampak membawa hal yang baik bagi orang Papua, terbukti dari Musrenbangnas itu". "Oleh karena itu, kesimpulan terakhir bagaimana cara membuat regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dimana regulasi yang dimaksud telah direkonstruksi menjadi lebih baik seperti yang diharapkan. Sebab RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua itu hadir, dalam rangka lebih memperbaiki isi daripada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang selama ini tidak dilaksanakan dengan baik," tuturnya.
Disinggung soal definisi orang asli Papua dan non Papua sebagaimana statement Wakil Ketua II DPR Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie, SH, beberapa waktu lalu, menurut Timotius Murib, hal tersebut yang selama ini masih menjadi polemik dan mendapatkan perdebatan panjang. Meski begitu, lanjutnya, dengan diserahkannya draft RUU tersebut kedepan bakal ada klarifikasi dari pemerintah pusat, yang kemudian akan dilanjutkan dengan verifikasi melibatkan tim asistensi daerah dari Papua dan dari pusat. “Nah nanti pasti dalam verifikasi itu, akan dirapikan hal-hal yang perlu dibicarakan lebih baik sebelum ditetapkan menjadi Undang-Undang," tutupnya.