JAYAPURA – Pemerintah
Provinsi Papua akhirnya menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Papua di tahun
2016 adalah sebesar Rp. 2.435.000,- atau mengalami kenaikan sebanyak 11 persen
dibanding tahun 2015.
Pengumuman ini dibacakan langsung
oleh Gubernur Papua Lukas Enembe Kamis malam (19/11) di Kantor Gubernur
Provinsi Papua.
Kenaikan UMP ini sesuai dengan
Pengumuman Gubernur Provinsi Papua No. 561/13977/Z tentang Upah Minimum
Provinsi (UMP) Provinsi Papua tahun 2016, yang telah dikeluarkan pada
hari Rabu 18 November 2015.
Alaasan Pemerintah Provinsi Papua
menaikkan UMP berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang
Pengupahan. Kemudian dari hasil survey curah pendapat dan sidang Dewan
Pengupahan Provinsi Papua. Selain itu juga Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
dan inflasi pertumbuhan ekonomi
dan juga kemampuan perusahaan membayar.
“Maka Gubernur Papua menetapkan
Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp. 2.435.000,- mengalami kenaikan 11
persen dibanding tahun 2015,â€tukasnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Tenaga
Kerja dan Kependudukkan Provinsi Papua, Yan Piet Rawar mengatakan untuk
menaikkan UMP Papua selain mengacu pada peraturan pemerintah
Harus ada kesepakatan kedua belah
pihak, baik perwakilan pekerja maupun perwakilan pengusaha untuk keluar
kesepakatan menguntungkan dengan mengimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi
daerah dan juga kemampuan perusahaan dan kebutuhan hidup layak di provinsi dan
kabupaten kota.
Sebelum dikeluarkan keputusan
Gubernur ini, Yan mengatakan dari pemerintah sudah ada bayangan jumlahnya
berkisar kurang lebih 10 persen kenaikannya.
Seperti diketahui pemerintah
pusat telah mengeluarkan aturan mengenai Peraturan Pemerintah RI Nomor 78
Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Namun dari Asosiasi Serikat
Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta Presiden Joko Widodo untuk
membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nnmor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan
yang baru saja ditandatanganinya.
Presiden Aspek Indonesia Mirah
Sumirat mengatakan, PP Nomor 78 Tahun 2015 itu jelas-jelas menabrak peraturan
perundangan di atasnya yaitu UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kata Mirah, PP 78 tahun 2015
menghitung kenaikan UMP tidak berdasarkan hasil survey KHL (Komponen Hidup
Layak), namun hanya berdasar Angka UMP tahun sebelumnya kemudian ditambah
inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Terbitnya PP Nomor 78 Tahun 2015
yang menabrak UU Nomor 13 Tahun 2003 membuktikan bahwa Presiden Joko Widodo
tersandera oleh kepentingan pengusaha dan kepentingan pemodal, sehingga tidak
mampu berkutik ketika menandatangani PP Nomor 78 Tahun 2015 yang menabrak UU
Nomor 13 Tahun 2015.