JAYAPURA - Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Papua menyatakan siap menampung protes Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (SPSI) Papua, terkait dengan penetapan Upah Minimum Provinsi
(UMP) 2016 sebesar Rp2.435.000 atau naik 11 persen dari sebelumnya Rp2.193.000.
Kepala
Dinas Tenaga Kerja dan kependudukan Papua Yan Peit Rawar menyambut positif
setiap bentuk protes SPSI supaya menjadi masukan bagi pemerintah daerah
kedepan. “Karena semua aspirasi kami evaluasi dan menjadi masukkan kepada
pemerintah pusat sebab peraturan ini ditetapkan oleh pemerintah pusat," katanya
kepada wartawan di Jayapuram, Jumat (20/11)
Ia
menuturkan dalam penetapan UMP pasti ada pro dan kontra yang mengemuka, hanya
fungsi pemerintah pada titik ini sebagai fasilitator. “Proses survei sudah
dilakukan oleh dewan pengupahan yang merupakan perwakilan dari perwakilan
pengusaha, pekerja dan pemerintah. Saya rasa dari hasil survei itu didapatkan
data-data kehidupan hidup layak seseorang dan juga kemampuan perusahaan untuk
membayarâ€.
"Kemudian
ada beberapa kali pertemuan yang membuat beberapa angka sudah dimunculkan. Dan
hasil itu berdasarkan peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang
pengupahan, sudah jelas bagi kita untuk dijadikan acuan dalam perhitungan
pengupahan," ucapnya.
Formula
menentukan UMP sebenarnya menggunakan inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi,
disertai masukkan dari dewan pengupahan. Dilain pihak, UMP yang ditetapkan
gubernur, akan ditindak lanjuti oleh pemerintah kabupaten/kota, sehingga masih
ada kemungkinan upah minimum ditetapkan lebih besar di daerah tergantung dengan
kondisi kawasan yang ada.
"UMP
ini adalah jaring pengaman terendah, tapi kabupaten/kota bisa menetapkan lebih
tinggi,†jelasnya.
Sebelumnya
SPSI Papua mendesak gubernur meninjau ulang penetapan UMP 2015, meski dianggap
sulit namun hal itu akan menjadi masukkan untuk dijadikan bahan pertimbangan
dalam penentuan angka UMP di tahun berikutnya.