JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Pemerintah Pusat segera mengambil alih pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka yang ditengarai dapat menghasilkan listrik antara 300 – 400 megawatt.
Hal demikian dikatakan Kepala Dinas ESDM Papua Bangun Manurung di Jayapura, Selasa (11/1) kemarin. “Makanya kami menghimbau seluruh SKPD di lingkungan pemerintah provinsi agar sejalan mendorong hal itu. Tak hanya Urumuka, untuk pembangunan PLTA di Sentani yang bisa menghasilkan antara 40 – 60 megawatt perlu kita satu bahasa mendorong ke pusat. Supaya jatah Papua sampai 2019 tercapai penyediaan listrik 35 ribu megawatt bisa tercapai,†tutur dia.
Ia juga empertanyakan apakah hasil kajian tim kajian kebijakan percepatan pengolahan sumber daya alam Papua yang dibentuk dengan Keppres 16 2015, sudah menerbitkan keputusan tentang pembangunan industri di kawasan Pomako Mimika.
Sebab bila hal itu terwujud, ia meyakini kawasan timika dan Papua selatan ini akan jauh lebih maju dari Gresik Jawa Timur.
“Saya sudah sering katakan kami tidak mau hanya bersifat studi. Makanya didalam beberapa pertemuan kita mendorong supaya ada aksi langsung pengolahan sumber daya mineral apa dan dimana yang sudah diputuskan. Kemudian apakah sudah ada diterbitkan Keppres tentang kawasan industri Pomakoâ€.
“Karena bila terwujud saya bisa pastikan Timika pemicu multi player efek pertumbuhan ekonomi Papua pada 20 hingga 15 tahun mendatang. Makanya, perlu ada aksi supaya rencana pelabuhan di Pomako Timika, misalnya doprioritaskan pembangunannya termasuk pembangunan PLTA,†ujar dia.
Pada kesempatan itu, Bangun Manurung mengingatkan pada persidangan DPRP 2015 lalu, telah diterbitkan Perdasus Pengelolaan Minerba di Papua. Perdasus itu, mengatur tentang ijin usaha pertambangan yang harus mendapat persetujuan masyarakat adat pemilik hak ulayat.
Dilain pihak, masyarakat adat mesti memiliki saham didalamnya. “Hanya soal besaran saham disebutkan disepakati bersama masyarakat adat. Karena kalau hanya batuan itu persentase bisa lebih besar, tapi kalau yang memerlukan teknologi tinggi mungkin persentasenya akan lebih kecilâ€.
“Memang DPRP pernah meminta 20 persen hanya saya bilang mungkin tidak ada yang mau orang buka penambangan di Papua karena sifat pertambangan ada yang berbeda dengan jenis mineral,†ucap dia.