Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua menanggapi positif sejumlah pernyataan yang menolak penggunaan noken dalam Pilkada semester II di 11 kabupaten/kota. Hal itu dinilai seirama dengan semangat pemilihan umum yaitu langsung, umum, bebas dan rahasia.
Meski demikian, penggunaan noken dinilai tak dapat disetop secara tiba-tiba karena masih ada beberapa daerah yang menjunjung tinggi sistem noken, karena sudah menjadi kebiasaan, budaya serta adat istiadat warga pedalaman.
“Memang kita mengacu pada putusan MK yang memberikan semacam perhatian tetapi bersifat gradual atau menghilangkan (sistem noken) secara bertahap. Artinya tidak langsung dipatok langsung habis nokennyaâ€.
“Namun jika diberlakukan (sistem noken), KPU Papua mesti menerbitkan petunjuk teknis (Juknis) seperti di Kabupaten Yahukimo agar implementasinya menjadi legal secara hukum,†jelas Komisioner KPU Papua Isak Randi Hikoyabi kepada media ini di Jayapura, Selasa (15/3).
Isak memprediksi dalam Pilkada 11 kabupaten/kota semester II 2017, ada sekitar lima hingga enam kabupaten yang ditengarai masih akan menggunakan sistemm noken. Diantaranya, Puncak Jaya, Intan Jaya, Dogiyai sertaTolikara.
Oleh karena itu, KPU setempat sudah melakukan pertemuan internal bersama pemda dan parpol membahas mengenai mekanismenya bila nantinya diterapkan. “Intinya kita di tingkat provinsi hanya menjadi mentor bagi kabupaten agar memastikan sistem noken itu dilaksanakan secara jelasâ€.
“Kendati nanti sistem noken dilakukan dengan cara Bigman atau seluruh konsetuen diwakili oleh seorang kepala suku.
Ataukah masyarakat berbaris dalam memberi dukungan pada salah satu calon kepala daerah dua hal berbeda nantinya diatur mana yang cocok diterapkan pada satu daerah lalu dibuat regulasi atau juknisnya sehingga penggunaan noken menjadi legal dan jelas,†terang dia.
Pada kesempatan itu, Isak menilai tata cara pemberian suara dalam sistem noken sebenarnya tak mesti untuk dipermasalahkan. Tetapi rekapitulasi surat suaranya yang harus diatur dan dikawal prosesnya secara berjenjang mulai dari KPPS, PPD hingga KPU agar tak terjadi kecurangan.
“Persoalan sebenarnya ada disitu (pada proses rekapitulasi suara). Bukan pada sarana sistem nokennya tetapi bagaimana rekapitulasi itu diadministrasikan secara berjenjang.
Selama ini masyarakat seusai menyalurkan suara tidak lagi mengawal proses rekapitulasi atau administrasinyaâ€.
“Disitulah bisa terjadi kecurangan suara si A, datang kesini berubah ke si B. Makanya KPU Papua akan lebih fokus pada mekanisme rekapitulasi yang perlu dikerjakan dan diadministrasikan dengan baik oleh penyelenggara. Dan kalau bisa saat memberi suara mesti tunggu dan kawal. Sebab di tengah jalan suara bisa berubah,†imbau dia.
Ditambahkan, penggunaan sistem noken sebagai pengganti kotak suara sudah biasa terjadi di wilayah pegunungan. Hanya saja yang tak bisa kita disentuh adalah bagaimana mengadmisnitrasikan surat suara dengan baik.
“Karena itu, pada kegiatan besok di Wamena kita akan bahas itu supaya dilakukan administrasi berjenjang dari KPPSS, PPD sampai KPU. Sehingga penggunaan noken legal,†tutupnya.
Sebelumnya, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Lanny Jaya menolak penerapan sistem noken pada pemilihan kepala daerah serentak 2017 di pegunungan tengah Papua khususnya di daerah itu.
Senada diutarakan Wakil Bupati Lanny Jaya, Bertus Kogoya yang menolak penggunaan sistem noken karena tak mencerminkan demokrasi yang jujur dan adil, tetapi hanya membodohi masyarakat dan menguntungkan pihak-pihak tertentu.