Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres)
tentang moratorium ijin pembukaan lahan sawit di Indonesia mendapat beragam
tanggapan dari semua pihak.
Sebagian besar memuji sikap itu karena dinilai
dapat menjaga kelestarian hutan, karena dikhawatirkan pembukaan lahan sawit
berpotensi merusak ekosistem yang ada. Hal demikian dikatakan Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray di Jayapura , pekan kemarin.
Meski moratorium tersebut berdampak pada
investasi yang akan masuk ke Papua, namun kebijakan ini dinilai tepat untuk
penyelamatan hutan.
“Apalagi kalau pembukaan lahan sawit diduga
dilakukan dengan membakar lahan gambut. Contohnya, seperti yang terjadi di
Sumatera maupun Kalimantan, tentunya ini akan berdampak sangat tidak baik bagi
daerah ini, khususnya masyarakat,†ucap dia.
Pemberlakuan moratorium ini juga, ditengarai
berdampak pada investasi di Merauke, Nabire, Keerom maupun Jayapura.
Sebelumnya, Ketua DPR Papua Yunus Wonda bahkan
telah meminta Gubernur Papua untuk segera menutup seluruh perusahaan kelapa
sawit di “bumi cenderawasih†karena dinilai tak memberi andil bagi perekonomian
serta kemajuan dan pembangunan daerah.
Yunus juga menuding keberadaan perusahaan
sawit di Papua tak murni menanam kelapa sawit, tetapi mengejar kayu dari pohon
yang ditebang untuk pembukaan lahan.
“Saya secara pribadi tidak setuju dengan
adanya Kelapa Sawit di Papua, karena yang pertama merusak lahan dan lingkungan.
Bahkan kalau saya lihat sebenarnya kelapa sawit itu hanya pintu masuk untuk
tujuan utama (mengambil) pohon dan kayu yang ada disituâ€.
“Sekarang pertanyaan saya setelah mau tanam
kelapa sawit, pohon besar yang ditebang itu ditaruh dimana? Jadi kalau saya
lihat tujuan utama bukan kelapa sawit, itu pintu masuk saja karena target
pertama pohon,†tuturnya.
Ia pun menyatakan tak respek dan setuju dengan keberadaan
perusahaan kelapa sawit di Papua. Karena salah satu ketakutannya, hutan Papua
bernasib sama dengan hutan kalimantan.