Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua menilai
perpeloncoan saat penerimaan siswa baru dinilai sudah tak populer (tidak disukai
banyak orang,red) untuk diterapkan saat ini.
Oleh karenanya, pihak sekolah diminta mulai
meninggalkan pola lama tersebut dan mengutamakan masa orientasi siswa pada
pembinaan mental serta pengenalan sekolah maupun visi dan misinya.
“Lebih tepat saat ini jika dilakukan dengan
pola lebih elegan dan mendidik. Mengenalkan lingkungan sekolah bagi siswa baru
contohnya. Itu jauh lebih baik ketimbang perpeloncoan yang menyuruh membawa
sapu, rambut diikat tak beraturan dan lainnya,†kata Sekertaris Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Papua, Protasius Lobya, Rabu (13/7) di Jayapura.
Ia menghimbau bila masih menemukan
perpeloncoan di lingkungan sekolah agar dapat segera melapor ke instansi
terkait. “Kalau di Kota Jayapura tentu melapor ke Dinas Pendidikan Kota
Jayapura. Begitu pun jika di kabupaten, sebab sudah ada aturan yang melarang
karena tindakan ini tidak berdampak positif pada siswa baru,†ucap dia.
Protasius mengenang dampak perpoloncohan yang
pada beberapa daerah menyebabkan kematian pada siswa baru, selanjutnya muncul
tekanan fisik dan mental. Oleh karenanya ia menghimbau tindakan perpeloncoaan
tak boleh lagi terjadi di Papua.
“Makanya, jauh-jauh hari sekolah harus
merencanakan apa yang nanti akan dibuat dalam masa orientasi untuk menyambut
siswa baru,†imbaunya.
Sementara untuk memastikan tak ada
perpeloncoan dalam penerimaan siswa baru di Papua, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Papua berencana menurunkan tim pengawas pelaksanaan Masa Orientasi Siswa
(MOS) pada penerimaan siswa/siswi baru tahun ajaran 2016/2017.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Anies Baswedan melarang perpeloncoan dan pungutan liar di sekolah.
Regulasi teelah diterbitkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 18 tahun 2016 mengenai
Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS). PLS melibatkan guru dan siswa tanpa ada
kegiatan menghukum dengan dalih apa pun.