Pemerintah Provinsi Papua
mempertanyakan komitmen negara-negara dunia dalam pertemuan di Copenhagen,
Denmark beberapa waktu lalu, yang menyepakati pemberian kompensasi bagi Bumi
Cenderawasih atas upaya mempertahankan 80 persen hutannya, sehingga menjadi
“paru-paru†dunia.
Hal ini disampaikan Asisten Bidang
Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua Elia Loupatty, di Jayapura
dalam satu kesempatan, Senin (9/1).
Menurut dia, kompensasi yang dimaksud itu
belum kunjung nyata sampai saat ini. Padahal Papua masih berkomitmen tinggi
menjaga kelestarian 80 persen hutannya. “Kita soroti Carbon Treat yang tidak
jadi nyata sampai saat ini di Papuaâ€.
“Maksudnya kalau Papua menjaga hutan
negara-negara di seluruh dunia akan beri kompensasi bagi Papua. Tapi sejak
pertemuan Copenhagen sampai hari ini tidak ada realisasi,†kata Elia.
Menurut dia, isu carbon treat mulai mengemuka
sekitar 2009 dimana negara-negara dunia melakukan pertemuan di Copenhagen, guna
membahas masalah pemanasan global yang terjadi pada saat itu.
Akibat pemanasan global sudah mulai dirasakan
saat ini, diantaranya naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrem, sehingga sangat berpengaruh pada hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Oleh karena itu, Elia kembali mengingatkan
negara-negara dunia agar tak lupa akan komitmen dan janji mereka terhadap
Papua. Kendati begitu, tambah dia, Papua tak akan memaksa jika pun kompensasi
yang dijanjikan tak kunjung direalisasi.
“Papua tetap akan mempertahankan hutannya
(meski perjanjian di Copenhagen tak terealisasi). Kita pasti terus menjaga
Papua menjadi paru-paru dunia dan lakukan pelestarian hutan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat,†terang dia.
Senada disampaikan Kepala Dinas Kehutanan dan
Konservasi Papua Yan Yap Ormuseray. Meski tak berharap banyak, pihaknya minta
agar negara-negara di dunia bisa merealisasikan pemberian kompensasi bagi
Papua, karena komitmen menjaga hutan Bumi Cenderawasih.