Pemerintah Provinsi Papua mengalokasikan dana
Prospek 2017 senilai Rp515 miliar yang diperuntukan bagi 5.600-an kampung di
seluruh Bumi Cenderawasih.
Menurut Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Muhammad Musa’ad, dana tersebut akan
dicairkan dalam waktu dekat, setelah seluruh pertanggungjawaban dana Prospek
2016 rampung.
“Dana Prospek 2017 mencapai Rp515 miliar.
Kenaikan dana Prospek tahun ini tentu tak lepas dari meningkatnya jumlah
kampung di Papua. Kalau sebelumnya mencapai 5.100-an kampung, kini jumlah itu
meningkat menjadi 5.600-an kampung,” terang dia di Jayapura, akhir pekan
kemarin.
Ia mengatakan saat ini Papua menjadi provinsi
dengan jumlah kampung terbanyak setelah pulau Jawa. Pihaknya memprediksi
penambahan jumlah kampung masih akan terus bertambah seiring dengan
diterapkannya kebijakan menurunkan dana segar ke kampung-kampung.
“Saya kira jumlah kampung bisa terus bertambah.
Hanya sekali lagi kami imbau kalau ada penambahan kampung, kita harap kabupaten
dan kota menginformasikan ke provinsi. Sebab kebanyakan penambahan kampung
langsung dilakukan dari kabupaten ke pusat. Akibatnya penambahan ini tidak
tercatat di provinsi”.
“Hal ini pada akhirnya berimbas pada tidak
terakomodirnya kampung baru itu kedalam anggaran Prospek. Pada akhirnya muncul
kesan Gubernur tidak mau memberi anggaran Prospek padahal kampung itu tidak
tercatat di provinsi,” bebernya.
Karena itu, lanjut Musa’ad, meski pembentukan
kampung menjadi kewenangan pusat, setidaknya pemerintah provinsi mesti mendapat
pemberitahuan. Sehingga pada tahun anggaran berikutnya akan dimasukan kedalam
pos alokasi dana Prospek.
“Ya, minimal ada surat resmi yang ditujukan ke
Mendagri dengan tembusan Gubernur. sehingga ketika kita alokasikan ke kabupaten
itu cukup. Sebab kemarin ketika kita alokasikan Prospek ke kampung ada yang
tidak cukup sehingga timbul kegaduhan. Padahal masalahnya disitu”.
“Sehingga sekali lagi kita imbau agar kabupaten dan
kota berkomunikasi lah baik dengan provinsi. Dilain pihak, kabupaten dan kota
juga harusnya melakukan verifikasi supaya tidak asal bentuk kampung. Harus pula
dilihat apakah layak jadi kampung, sehingga betul-betul efektif keberadaannya.
Sebab tidaklah adil ada kampung jumlah penduduknya 500 orang dan ada yang 100
orang, lalu dapat nilai uang yang sama,” pungkas dia.