Badan Restorasi Gambut menargetkan untuk
melakukan pemulihan di Provinsi Papua paling lambat pada 2018 mendatang. Hal
demikian disampaikan Kepala BRG Nazir Foead, akhir pekan kemarin, di Jayapura.
Menurut dia, saat ini pihak BRG bekerja sama
dengan pemerintah daerah tengah menyusun rencana aksi pemulihan (restorasi)
lahan gambut yang rusak. Gambut yang rusak sebagian besar ada di wilayah
selatan Provinsi Papua, yakni di Kabupaten Merauke dan Mappi.
“Intinya kalau secara umum pada 2018, ada
14.488 hektar lahan gambut yang bakal direstorasi.. Sehingga untuk tahun ini,
kita sedang berupaya supaya perencanaannya harus sudah selesai”.
“Dan sementara itu, pada tahun ini juga kita
akan lakukan pendekatan sosial ekonomi lebih dulu. Ini sangat penting sebelum
pekerjaan fisik (restorasi) berjalan. Sebab orang harus diberi tahu atau
disosialisasikan dulu bahwa akan ada pekerjaan restorasi. Sehingga
implementasinya tak mengalami kendala di masa mendatang,” terang dia.
Dia mengatakan, dari perhitungan BRG, Provinsi
Papua memiliki luas lahan gambut sebanyak 3,2 juta hektar. Sementara yang masih
utuh sekitar 2,6 juta hektar (90 persen lebih), sedangkan yang memerlukan
restorasi mencapai 82 ribu hektar.
“Tapi dari jumlah itu tidak semua yang harus
ada tindakan restorasi. Kalau kita bisa melakukan fokus tindakan mulai dari
awal sampai upaya peningkatan sosial ekonomi masyarakat untuk mencegah
meluasnya kerusakan, dengan 54 ribu hektar saja sebenarnya sudah bisa menutupi
target kita yang 82 ribu hektar tadi”.
“Namun semua ini sekali lagi butuh kerja sama
dari pemerintah daerh setempat dan tentunya masyarakat adat setempat yang
tinggal di wilayah tersebut. Karena dukungan ini sangat penting untuk suksesnya
pelaksanaan restorasi di Papua,” tutupnya.
Pada kesempatan itu, Kepala BRG merencanakan
agar pelaksanaan restorasi di Papua disarankan menggunakan pohon sagu yang
identik dengan budaya lokal dan merupakan jenis tanaman basah.
Ia berharap keleliruan restorasi di Sumatra
dan Kalimantan yang mengambil tanaman dari lahan kering untuk ditanami pada
wilayah gambut, justru mengundang kebakaran.
“Karena semestinya yang ditanami di lahan gambut itu
harus tanaman basah. Menurut kami yang terbaik adalah tanaman sagu yang identik
dengan budaya lokal. Sebab tanaman sagu bila dikembangkan sangat memberikan
efek positif bagi petani, karena sagu juga dapat dibuat menjadi makanan lokal
papeda,” pungkas dia.