ekertaris Daerah (Sekda) Papua Hery Dosinaen
mengimbau tiga tungku (pemerintah, adat dan agama) untuk menjaga Bumi
Cenderawasih dari ancaman paham radikalisme.
“Untuk mewujudkannya pemerintah, adat dan
agama, wajib lebih menjaga persatuan dan kesatuan diatas tanah Papua. Sebab
dengan begitu, toleransi antar umat beragama yang luar biasa di Papua sudah
bisa terjaga dan tak ada gesekan atas nama agama di Papua,” terang Hery usai
meresmikan Gedung Gereja Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Polomo Sentani,
Sabtu (5/08) kemarin.
Ia juga mengajak tiga tungku yang ada di Papua
untuk sama-sama melihat masalah-masalah kontemporer yang terjadi diatas tanah
ini. Dimana hal itu, menjadi tugas kita semua untuk menangkal semua masalah
yang menggangu keamanan dan ketentraman diatas tanah ini.
“Makanya, pemerintah provinsi sangat mengapresiasi
semua upaya dan kerja keras semua pendahulu kita. Khususnya gereja, karena keterisolasian
daerah yang sampai hari ini menjadi tantangan bagi pemerintah, sudah lebih dahulu
dibuka oleh pihak gereja,” terang dia.
Sementara, Pdt Lipyus Biniluk selaku pendiri
Pos Pekabaran Injil (PI) Polomo Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) menyambut
baik seruan pemerintah provinsi untuk menjaga Papua dari ancaman radikalisme.
Pihaknya menyerukan semua umat di Papua untuk mulai menangkal ancaman
radikalisme mulai dari lingkungan keluarga.
“Sebab sangat penting untuk menolak paham
(radikal) ini yang berpotensi masuk dari lingkungan keluarga, sepergaluan di
lingkungan RT maupun RW hingga ke tingkat yang lebih luas,” tuntasnya.
Sebelumnya, untuk menolak paham radikalisme,
dalam pelaksanaan Rapat kerja (Raker) Bupati dan Walikota tahun ini,
menghasilkan empat kesepakatan. Kesepakatan itu pun, disetujui dan
ditandatangani seluruh pimpinan daerah di Bumi Cenderawasih, termasuk
Forkompinda Papua.
Sementara keempat poin dalam kesepakatan
tersebut berbunyi, pertama, Pemerintah Provinsi Papua dan seluruh rakyat
meminta pemerintah pusat menghapus dan melarang berkembangnya paham radikalisme
(ISIS, HTI, FPI, Gafatar dan Salafi wahabi) di seluruh Indonesia.
Kedua, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, Forum Kerukuunan
Umat Beragama (FKUB), Perguruan Tinggi dan swasta serta tokoh perempuan wajib,
mendeteksi dini ormas radikal yang berpotensi muncul di Papua, baik keagamaan
maupun organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila
dan undang-undang dasar 1945.
Ketiga, Pemerintah provinsi Papua menolak dan
melarang keras segala bentuk paham radikalisme yang mengatasnamakan agama dan
organisasi melalui dakwah atau pengajaran (penyebaran kebencian, terror, fitnah
dan aduh domba) di Tanah Papua.
Sementara keempat, jika ditemukan indikasi penyebaran
paham radikalisme tersebut, masyarakat diminta segera melaporkan kepada pihak
berwajib untuk segera ditangkap dan dikeluarkan dari tanah Papua.