Pemerintah Provinsi Papua mengakui sampai
dengan saat ini, pada beberapa kabupaten, seperti Nabire dan Paniai, masih ada
ratusan pertambangan tanpa izin (PETI) yang melakukan kegiatan penambangan emas
sekunder disepanjang sungai Siriwo dan Derewo.
Sehingga untuk mengatasi maraknya PETI,
diperlukan koordinasi yang terpadu antara pemerintah kabupaten dan provinsi
dengan melibatkan para penegak hukum.
"Sebab keberadaan PETI ini menimbulkan
berbagai dampak negatif sepeti kehilangan penerimaan pemerintah daerah,
kerusakan lingkungan, kecelakaan tambang, iklim investor yang tidak kondusif,
kerawanan sosial serta pelecehan hukum,” terang Asisten Bidang Perekonomian dan
Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua, Elia Loupatty, disela-sela pembinaan dan
pengawasan terpadu regional Papua bersama Komisi VII DPR RI , di Jayapura, Rabu
(23/8).
Lanjut dia, seperti diketahui bahwa Papua
memiliki potensi tambang dengan cadangan besar dan kadar yang tinggi,
diantaranya adalah mineral logam seperti emas, nikel, tembaga dan sebagainya.
Demikian juga dengan endapan batubara, mineral
bukan logam, mineral radioaktif (indikasi) dan batuan. Belum lagi aneka ragaman
jenis bahan galian yang dijumpai di Papua, menjadi daya tarik bagi investor
dalam negeri maupun luar negeri.
Sayangnya, besarnya SDA Papua diikuti dengan
keberadaan pertambangan yang beraneka ragam sampai di area terpencil.
“Karena itu, kita berharap supaya keberadaan
SDA Papua ini dibarengi dengan kegiatan usaha pertambangan yang berdaya guna.
Artinya para stakeholder yaitu, investor, masyarakat dan pemerintah saling
diuntungkan,” harapnya.
Dia berharap kedepan agar kegiatan pertambangan
yang merupakan salah satu sektor penting, bisa benar-benar menunjang
pembangunan nasional, lebih khusus bagi rakyat di provinsi ini.
Karena itu, diharapkan pula peran sektor pertambangan diatas
negeri ini pada masa mendatang menjadi penggerak roda ekonomi dalam negeri, tetapi
juga mampu memberi kontribusi positif secara berkesinambungan terhadap pemerintah
daerah dan masyarakat.