Pengurus Sinode Kemah Injil Kingmi di Tanah
Papua mendesak tiga warga negara asing
(WNA) di kampung Gim-Ginem, Distrik Trikora, Kabupaten Nduga, segera
dipulangkan.
Bendahara Sinode Gereja Kemah Injil Kingmi di
Tanah Papua Pendeta Simon Hilapok, S.TH menilai sejak 2003, keberadaan tiga WNA
yang kini membentuk Yayasan Pembinaan Masyarakat Pedalaman, tidak berkontribusi
bagi warga setempat.
Dia khawatir kehadiran orang asing itu mulai
menyebarkan pengaruh negatif kepada masyarakat dari sisi tata cara peribadatan
hingga merubah penyebutan nama Tuhan Allah.
Keberadaan para orang asing itu, diduga bisa membawa
dampak buruk bagi masyarakat kampung setempat, sebab menerapkan sejumlah hal
yang tak biasa dalam gereja.
Seperti tidak mewajibkan jemaat memberi
perpuluhan dan persembahan, tidak mewajibkan ada salib dalam gereja, sementara
jemaat yang dapat mengikuti perjamuan kudus, tidak dibatasi bagi yang belum
dibaptis.
“Makanya, kami dalam Raker klasis di Distrik
Trikora sudah memutuskan bahwa WNA Belanda, Amerika dan PNG ini tidak ada kontribusi sehingga kita minta
pemerintah turun untuk memulangkan,” serunya, dalam keterangan kepada pers di
Jayapura, Jumat (26/1).
Dia menambahkan, dalam waktu dekat Sinode
Kingmi akan membuat pernyataan sikap bersama jemaat untuk mendesak WNA agar
segera dikembalikan ke negara asalnya. Pernyataan sikap akan disampaikan kepada
Persatuan Gereja – Gereja di Papua (PGGP), Pemerintah Provinsi Papua serta
pihak keamanan.
“Sebab misi mereka dipandang tidak bisa
menolong masyarakat disana. Bahkan kita akan minta pemerintah untuk menelusuri
surat ijin para WNA itu, apakah legal atau tidak,” terang dia.
Anggota DPRD Kabupaten Nduga, Sem Heluha, menyampaikan
hal senada. Dia menyebut lembaganya bersama Sinode Kingmi berkoordinasi untuk
mendesak pemulangan WNA itu, sebab misi yang dibawa oleh mereka dipandang tak
jelas.
“WNA ini bahkan sampai mengambil jemaat Kingmi
yang ada disitu untuk ikut beribadah dengan mereka. Hal seperti ini yang kita
takutkan jangan sampai ajaran mereka justru berdampak negatif. Sebab, mereka
datang mengganti bahasa dalam alkitab ke bahasa ibrani yang justru bisa
membingungkan masyarakat kampung, yang masih awam itu,” ucap dia.
Dia berharap pemerintah provinsi cepat
mengambi tindakan sebab tak ingin jemaat kami terkontaminasi dengan ajaran
baru. “Sehingga pemerintah dan pihak keamanan perlu menyikapi ini dan segera
mengambil tindakan”.
“Jangan sampai masuknya ajaran itu, terjadi dualisme
aliran gereja di Kampung Gim-Ginem, Distrik Trikora. Sebab sekarang saja jemaat
Kingmi sudah terpecah di kampung itu, bahkan sebagian besar mengikuti aliran
yang mereka bawa,” keluhnya.