Dinas Perkebunan Provinsi Papua memastikan
untuk pemetaan lahan perkebunan, data geospasial yang dipakai adalah milik
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional ( Bakosurtanal) yang kini
berganti nama menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG).
Hal demikian sejalan dengan kebijakan gubernur untuk
mempertahankan hutan Papua diatas 70 persen. Dengan begitu, data perkebunan
yang diterbitkan dalam peta mengacu pada data yang diterbitkan lembaga itu
“Yang pasti secara nasional data ini kita susun dengan
kementerian pertanian dan bakosurtanal (BIG). Sebab penyusunannya harus semua
sudah terintegrasi dan saling ada keterpaduan,” terang Kepala Dinas Perkebunan
Papua John Nahumury, kemarin.
Dia melanjutkan, terkait sinergitas keterpaduan data antara
pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota, diakui
Nahumury, selama ini berjalan baik. “Selama ini tidak ada kesulitan untuk
pemetaan lahan karena kita sudah terpadu”.
“Bahkan kemarin ada beberapa kabupaten yang terpaksa kita
tolak ijin untuk pembukaan lahan perkebunan, karena ternyata setelah
berkoordinasi masing-masing dinas itu tidak terpadu,” tutur dia.
Dia menambahkan, kebijakan Gubernur Lukas Enembe saat ini menjaga
agar hutan Papua lestari sebesar 90 persen hutan. Hal demikian, menjadi acuan
dasar dalam pembukaan lahan perkebunan di Provinsi Papua.
Sementara untuk memastikan agar hutan Papua tetap terjaga 90
persen lestari, pihaknya dalam pembukaan lahan perkebunan, kerap berkoordinasi
dengan Bappeda Papua untuk mengetahui beraran tata ruang maupun perkembangan
lahan perkebunan.
“Termasuk, pertanian untuk jenis tanamannya, kehutanan untuk
bagaimana kawasan hutannya lalu apakah masuk kawasan hutan lindung. Kemudian,
kawasan produksi, atau kawasan APL, lalu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) serta
bagaimana analisis dampak lingkungannya”.
“Nah setelah kita sinkronkan, barulah kita terbitkan ijin. Supaya
nanti tidak ada tumpang tindih kawasan dan peruntukannya,” pungkas dia.