Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura
Provinsi Papua menyatakan produk kedelai lokal tidak dapat berkembang dengan
baik di wilayahnya. Hal itu, menyebabkan kedelai lokal yang ditanam di Besum,
Kabupaten Jayapura, meski hasilnya dinilai sudah baik, namun petani tak begitu
tertarik.
“Makanya sampai saat ini petani kedelai lokal di Papua masih
mendatangkan komoditas kacang-kacangan dari Surabaya dan Makasar. Sebab bahan
baku dari dua daerah ini lebih baik untuk dibuat tempe dan tahu,” terang Kepala
Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Papua Semuel Siriwa di Jayapura, kemarin.
Meski begitu, lanjut dia, instansinya bukan tanpa usaha.
Melainkan sudah beberapa kali mencoba berbagai jenis varietas kedelai yang baru,
hanya saja hasilnya masih sama. Sehingga petani tetap lebih tertarik
mendatangkan dari luar daerah.
"Yang pasti kami sudah mencoba beberapa kali untuk
supaya hasil kedelai itu membaik. Hanya memang apakah pengaruh iklim atau
lainnya, sehingga hasilnya kurang diminati. Namun kita berharap suatu hari nanti
bisa ditemukan jenis varietas yang cocok agar bisa dihasilkan kedelai lokal
untuk pembuat tempe dan tahu,” harapnya.
Kendati dibuat dengan produk luar, dia berharap petani
kedelai tetap memproduksi produk lokal secara berkelanjutan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan bahan makanan tahu dan tempe di Bumi Cenderawasih.
“Sebab memang para pengusaha pabrik tahu dan tempe
mengeluhkan sulitnya memperoleh bahan baku lokal. Dengan demikian sambil
memperbaiki kualitasnya, diharapkan kedepan para produksen pabrik tahu tak lagi
datangkan kedelai dari luar,” katanya.
Sebenarnya lanjut Siriwa, petani di Papua bukannya tak mampu
menyediakan bahan baku kedelai bagi para pengusaha tahu dan tempe. Hanya saja,
mereka belum punya strategi yang baik tentang memproduksi kedelai, hingga
hasilnya tidak berkesinambungan
“Padahal, kami dari instansi sudah melakukan pendampingan
secara terus menerus untuk mendorong produksi tanaman semusim ini”.
“Selain itu, petani cepat merasa puas. Biasanya setelah
sekali produksi mereka beristirahat lama sehingga hasilnya tidak berkelanjutan.
Ini berbeda dengan petani di pulau Jawa yang selalu memproduksi secara
berkesinambungan,” kata dia.