Pemerintah Provinsi Papua
mengimbau setiap proses pemekaran kampung di wilayah kabupaten, harus betul-betul
berpijak pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Papua, Muhammad Musa'ad mengatakan, pemekaran tak bisa dilakukan
tanpa berkoordinasi dengan pemerintah provinsi. Sebab jangan sampai karena
keinginan untuk mendapatkan dana desa, pada akhirnya proses pemekaran dilakukan
secara sepihak.
“Yang pasti kalau mau memekarkan kampung
diantaranya mesti mengikuti syarat jumlah penduduk yang ditetapkan dalam UU.
Sebab jangan sampai juga kampungnya sudah terbentuk tapi penduduknya tidak ada.
Bahkan, jangan sampai ada muncul kampung siluman,”ucap dia.
Masih dikatakan, dari laporan yang diterima
olehnya, sejumlah pemekaran kampung oleh pemerintah kabupaten dilakukan
langsung dengan mendatangi Jakarta, tanpa berkomunikasi dengan pemerintah
provinsi.
Jalan pintas yang diambil ini pada akhirnya
membuat berimplikasi negatif, sebab pemerintah provinsi hanya melaporkan
kampung yang terdaftar di provinsi.
“Sementara kampung yang dibentuk langsung
dengan pemerintah pusat, kami tidak daftarkan karena kita sendiri tidak tahu
kalau ada pemekaran baru. Ini tentu karena tak ada laporan kepada kami, makanya
kedepan saya minta semua pihak harus saling menghargai proses pembentukan
kampung dengan taat terhadap mekanisme serta aturan yang berlaku,” imbau dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Kampung Provinsi Papua Donatus Motte menyoroti pembentukan kampung
pasca diberlakukannya kebijakan dana desa oleh pemerintah pusat.
Dimana jumlah kampung sebelum dana desa
bergulir mencapai sekitar 3.800-an. Angka ini kemudian berkembang menjadi
5.400-an, setelah dana desa mulai bergulir.
Hal ini sontak menghambat kendala penyaluran
dana Prospek dalam beberapa tahun terakhir. “Dimana letak permasalahannya?
Masalah itu muncul ketika dana Prospek yang sudah dianggarkan untuk misalnya 10
kampung, kini diminta untuk membagi rata ke 20 kampung ditambah dengan yang
baru terbentuk”.
“Sementara bila dibagi rata, jumlahnya per
kampung tak mencapai Rp100 juta sebagaimana yang diamanatkan Perdasus. Sehingga
jika pun dibagi maka itu akan bertentangan dengan Perdasus yang mengamanatkan
pembagian dana Prospek per kampung minimal Rp100 juta,” sebutnya.