Jayapura-Pengumuman hasil testing CPNS formasi Tahun 2005, melalui media massa beberapa pekan lalu, masih menimbulkan banyak pertanyaan. Baik tenaga honorer maupun para peserta tes yang tidak lulus, Rabu (26/4) pagi, kembali menggelar aksi demo di Kantor Gubernur Dok II Jayapura, menuntut Pemerintah Papua menyediakan formasi khusus bagi para peserta tes CPNS yang tidak lulus. Para pendemo juga meminta penjelasan atas hasil pengumuman yang mencantumkan nama dan nomor peserta yang berbeda.
Belum jelas apakah pengumuman dengan mencantumkan nama dan nomor yang berbeda adalah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Karena menurut, Karo Kepegawaian Setda Papua, Drs. Yesaya Buiney, MM, hal demikian adalah hal yang lumrah, karena pada setiap klasifikasi tingkatan penerimaan mempunyai nomor yang sama. Sehingga adalah suatu hal yang wajar apabila ada pengumuman dengan nama dan nomor yang berbeda.
"Jadi kami jangan langsung dibilang KKN. Contohnya begini, untuk nomor akhiran angka 56, salah satu peserta melihat nomornya keluar tapi bukan namanya, maka jangan langsung menuduh kami KKN. Karena kalau yang diterima nomor 56 yang punya klasifikasi pendidikan sarjana. Sedangkan dia mendaftar pada klasifikasi SMU, ya tentu bukan dia dong yang lulus. Kan sudah jelas itu sangat berbeda apabila melihat dari klasifikasi pendidikan.
Pernyataan Karo Kepegawaian ini kalau dipikir sepintas memang ada benarnya juga, karena klasifikasi pendidikan yang membedakan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa setiap klasifikasi pendidikan penerimaan CPNS, baik untuk lulusan SMU dan sarjana bisa mempunya nomor yang sama ? Kemudian, kenapa setiap nomor pada penerimaan CPNS tidak mencantumkan nomor yang berbeda-beda di setiap tingkatan lulusan layaknya nomor identitas pemegang kartu ATM ?
Apabila menyimak pendapat dari berbagai pihak yang cukup berkompeten untuk memberikan komentar, mereka menyikapi pengaturan pendaftaran dengan memberikan nomor yang sama pada tingkatan penerimaan adalah suatu permainan kotor yang dilakukan oleh Biro Kepegawaian untuk mengelabui peserta tes. Kemudian ada salah satu hal penting yang menjadi isu paling santer dan telah berumur puluhan tahun lamanya bahkan tidak bisa hilang dan susah untuk dibuktikan, yaitu hampir setiap pejabat dilingkungan instansi pemerintahan memiliki jatah penerimaan CPNS.
Jadi sebenarnya berapa jumlah penerimaan untuk para tenaga honorer dan umum di negeri ini, apabila ditambah dengan jatah para pejabat dimasing-masing instansi ?
Yesaya Buiney saat diwawancarai wartawan usai menerima para pendemo, mengatakan formasi khusus bagi para honorer memang benar akan diperjuangkan oleh Pemerintah Provinsi Papua. Honorer yang ada tentunya, akan diterima seluruhnya, namun akan dilakukan secara bertahap.
"Jadi masalah seperti ini bukan hanya dialami oleh Provinsi Papua saja. Dengan demikian, kemampuan keuangan negara harus diperhatikan untuk memperhitungkan jumlah alokasi formasi yang diberikan kepada masing-masing daerah," paparnya.
Dari pernyataan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Pemerintah Provinsi Papua akan berupaya sekuat tenaga agar seluruh tenaga honorer di Papua diberikan pengangkatan, namun harus melihat dari sisi kemampuan keuangan Pemerintah Pusat untuk menggaji para pegawai.
Untuk sekedar di ketahui, jumlah tenaga honorer yang ada dilingkungan instansi Pemerintahan Provinsi Papua adalah sebanyak 1610 orang. Sedangkan untuk jumlah tenaga honorer di seluruh Papua, berjumlah sekitar 13 ribu orang. Jumlah sebanyak ini yang akan diperjuangkan oleh Pemerintah Provinsi Papua untuk diangkat menjadi PNS. Artinya, akan makan berapa tahun yang dibutuhkan Pemerintah Daerah untuk mengangkat seluruh tanaga honorer di Papua ? Disamping itu, setiap tahunnya CPNS dari formasi umum selalu bertambah setiap tahunnya.
Dari pantauan wartawan Koran ini, ada sekitar ratusan tenaga honorer yang telah mengabdi belasan hingga puluhan tahun namun belum kunjung dilakukan pengangkatan. Disatu sisi, ada sejumlah tenaga magang yang baru bekerja beberapa bulan dan beberapa tahun sudah dilakukan pengangkatan.
Memang cukup dilematis, disatu sisi Pemerintah Provinsi Papua memerlukan tenaga kerja yang memiliki SDM tinggi dalam menunjang pembangunan di Papua. Hal lainnya, jumlah tenaga honorer yang telah bekerja puluhan tahun merasa tidak adil apabila dirinya belum kunjung diangkat menjadi PNS.
Pemerintah perlu segera mencari solusi atas seluruh persoalan ini, karena salah satu tujuan pembangunan adalah mensejahterahkan masyarakat, melalui melalui pembukaan lapangan kerja dan penghidupan yang layak. Otsus bertujuan mensejahterahkan masyarakat, namun Otsus dinilai belum mensejahterahkan masyarakat secara menyeluruh hingga saat ini.**