Komisi VII Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyarankan PT. Freeport Indonesia agar tak
melulu adu kuat hukum dengan Pemerintah Provinsi Papua, terkait kewajiban
membayar pajak air permukaan (PAP).
Meski dalam peninjauan kembali perusahaan
tambang emas raksasa tersebut dinyatakan menang, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI
Ridwan Hisyam justru khawatir jika hal seperti itu terus-menerus dilakukan,
maka Freeport tak akan bisa beroperasi dengan baik di Kabupaten Mimika.
“Sebab harapan terbaik adalah terjadi sebuah
penyelesaian yang damai dan tentunya Freeport harus proaktif untuk
menyelesaikan keputusan pengadilan pajak. Bukan justru sebaliknya membiarkannya
begitu saja,” terang Ridwan pada rapat koordinasi dengan bersama Pemprov Papua,
PT.Freeport Indonesia dan lembaga terkait, di Sasana Karya Kantor Gubernur Dok
II Jayapura, Selasa(31/7).
Menurutnya, secara hukum nilai satu rupiah
untuk pendapatan daerah, baik bila dalam keadaan kurang atau lebih maka itu
akan berhadapan dengan pidana. Hal demikian karena uang pemerintah atau pajak
tersebut mesti masuk ke dalam APBD. “Apalagi itu uang hasil retribusi air
sehingga harus masuk didalam APBD.”
“Mestinya pembayaran pajak air permukaan ini
harus pas sesaui dengan keputusan pengadilan pajak. Makanya, kita harapkan
Freeport (segera tuntaskan masalah ini). Sebab hal ini sudah menjadi perhatian
nasional bahkan dunia. Harusnya kondisi ini dijaga supaya semuanya bisa merasa
senang dalam penyelesaian sengketa. Sehingga Pemerintah di Papua dan masyarakat
juga ikut senang dan tentunya Freeport juga bisa bekerja dengan
tenang,” katanya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI pada kesempatan
itu menyatakan siap membantu penyelesaian sengketa pembayaran pajak air
permukaan yang harus dipenuhi oleh Freeport Indonesia kepada Pemprov Papua di
tingkat Pusat.
Sementara itu, Sekda Papua Hery Dosinaen
menyebut Pemprov Papua masih berpatokan pada putusan pengadilan pajak terkait
harga yang harus dibayar Freeport untuk pajak air permukaan, meski Pemprov
belakangan dinyatakan kalah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) saat upaya peninjauan
kembali.
Dalam putusan pengadilan pajak, Pemprov
bersikeras Freeport harus membayar pajak air permukaan sebesar Rp.5,6 triliun
lebih plus denda.
“Memang PT.Freeport Indonesia telah mengajukan
peninjaun kembali dan putusan MK justru Pemprov Papua dikalahkan. Yang jelas
untuk pajak ini ada skemanya, maka nanti kita akan lihat dan tidak bereferensi
pada kontrak karya yang dihargai hanya 10 persen. Intinya kita tetap mengacu
pada peraturan daerah tahun 2011 dan atas rekomendasi BPK RI,” tegas Sekda.