Penjabat Bupati Puncak Nicolaus Wenda
mengecam sikap tak profesional lembaga DPRD setempat melalui sekretaris dewan (Sekwan)
tak mengundang dirinya untuk hadir, saat sidang paripurna penetapan kepala
daerah (kada) terpilih kabupaten tersebut, di salah satu hotel di Jayapura,
Senin (20/8) malam.
Selaku pimpinan daerah di Kabupaten Puncak, dia
mempertanyakan alasan dibalik penetapan kepala daerah terpilih tanpa kehadiran
dirinya. Sebab justru dirinya baru mengetahui ada kegiatan penetapan pelantikan
bupati lewat pemberitaan media.
"Saya sangat kesal, ini menunjukan tidak adanya
kerjasama yang baik. Saya tidak tau alasan dibalik ini semua? Apa mereka semua
menganggap saya ini musuh atau apa? Saya rasa ini perlu di klarifikasi, apalagi
beredar informasi saya yang tidak hadir dalam sidang penetapan akan dilaporkan
ke mendagri,” serunya.
Dikatakan, berdasarkan kesepakatan dengan pihak DPRD
setempat sewaktu di Ilaga, jadwal penetapan semestinya digelar pada 23 Agustus
2018 akan ada pembahasan sidang Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Kabupaten
Puncak, sementara pada 27 September 2018 barulah digelar sidang penetapan
bupati terpilih.
“Nyatanya sudah diubah oleh Sekwan dan Ketua DPRD. Ini tentu
bagi saya sebuah pelanggaran yang berat. Seharusnya mereka laporkan dulu ke
saya, apalagi saya ada di Jayapura untuk menghadiri kegiatan provinsi. Saya
pikir tidak sulit untuk menghubungi saya. Tinggal mengangkat telpon atau
menghubungi lewat pesan singkat,” jelasnya.
Dengan adanya kejadian, Wenda menilai Sekwan dan Ketua DPRD
Kabupaten Puncak tidak menghargai keberadaan dirinya yang ditunjuk dengan SK
oleh Mendagri sebagai Penjabat Bupati. Dirinya pun meminta Kemendgari untuk
segera menanggapi secara serius, sikap yang ditunjukan pihak dewan yang
melaksanakan sidang tanpa menghadirkan kepala pemerintahan setempat.
“Yang pasti saya tidak ingin disalahkan, sebab ini bukan
menjadi kesalahan saya tetapi pihak dewan yang tidak menghubungi kami,”
ucapnya.
Ditambahkan dia, situasi pemerintahan di Puncak saat ini
belum berjalan dengan baik sebab sebagian besar ASN belum masuk kantor, pasca
Pilkada bupati 27 Juni 2018 lalu. Bahkan saat apel pagi saja, dari 1000-an
pegawai yang terdaftar, hadir tak sampai seratus orang.
“Tentunya ini sangat mengecewakan, apakah ini sudah menjadi
kebiasaan? Intinya, semenjak saya jadi penjabat bupati hanya segelintir pegawai
yang berkantor. Semua eselon II, staf termasuk sekda sudah masuk dalam tim
sukses salah satu calon.”
“Sehingga kehadiran saya seperti tidak penting bagi mereka.
Ini yang saya harap menjadi perhatian semua pihak,” pungkasnya.