Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) minta penyusunan perencanaan pembangunan daerah untuk anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) 2019 mendatang, wajib menggunakan e-planning.
Hal demikian disampaikan Koordinator Supervisi
Pencegahan KPK Wilayah Papua Maruli Tua, di Jayapura, kemarin.
Menurut dia, e-planning merupakan sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah Terintegrasi. Sistem ini juga merupakan aplikasi
yang memfasilitas Bappeda dan SKPD dalam penyusunan program kerja. Sehingga
perencanaan pembangunan dipastikan bakal berjalan secara efektif, efisien dan
terintegrasi.
“Kalau Kabupaten Yahukimo sudah mempersiapkan
sementara Pegunungan Bintang masih ada kendala. Namun saya sudah memberikan
solusi untuk dikonsultasikan apakah ke BPKP atau instansi lain.”
“Sehingga diharapkan pada 2019 mendatang,
semua kabupaten di bumi cenderawasih sudah menggunakan e-planning dalam
penyusunan perencanaan pembangunan daerah,” tutur dia.
Sebelumnya, Maruli minta kepada seluruh
panitia lelang agar cermat dalam menentukan pemenang, sekaligus memastikan
apakah semua penawaran atau nilai pekerjaan yang ditawarkan, mampu diselesaikan
oleh pihak ketiga
“Mengapa, sebab sangat penting klarifikasi
dilakukan sejak awal. Termasuk surat jaminan pelaksanaannya wajib ada,” katanya.
Dikatakan, sebenarnya secara regulasi sudah
diatur secara terorganisir oleh pemerintah, sehingga potensi KKN dapat
diminimalisir. Hanya saja kendalanya banyak beberapa pekerjaan pun ternyata
masih ditungganngi oleh oknum “pemain” proyek yang memaksa mendapatkan jatah
kepada SKPD.
Dilain pihak, sejumlah SKPD pun sudah memiliki
rekanan masing-masing, sehingga ketika dikerjakan pun, kualitasnya pekerjaannya
menjadi rendah, gagal bahkan tak jarang juga pemanfaatannya sangat minimal.
“Makanya, konsen KPK kedepan untuk di Papua
adalah bagaimana supaya pengadaan langsung tanpa tender tidak menjadi modus
untuk mencari rente proyek. Sebab banyak didapatkan informasi hal seperti ini
dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk mendapatkan komisi.”
"Sebab banyak pula yang mengatas namakan
pengusaha lokal ternyata pekerjannnya diteruskan ke pengusaha lain. Dia hanya
mengambil rentenya saja sebesar 10-20 persen. Dalam artian proyek itu pun
dijual, sehingga pengusaha lokal tidak akan berkembang atau maju sampai kapan
pun,” jelasnya.