Jayapura-Sejak mulai digalakkan oleh pemerintah pada tahun 1994, program wajib (wajar) 9 tahun hingga saat ini, sudah mulai terlihat cukup mengalami perkembangan yang signifikan. Hampir sebagian besar para generasi muda yang berdomisili didaerah perkotaan adalah para lulusan SMU yang siap dipakai tenaganya.
Namun, tidak dapat disangkal lagi kesenjangan itu masih terjadi didaerah pedesaan maupun perkampungan, baik diakibatkan oleh tidak tersediannya gedung-gedung sekolah SMP maupun SMU didaerahnya, atau ketidakmampuan para orang tua membiayai anak-anaknya untuk bersekolah.
Khusus untuk Provinsi Papua, hingga saat ini, buta aksara masih mendominasi para anak-anak Papua, khususnya yang berdomisili di daerah perkampungan maupun pedalaman. Untuk mengatasi itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota se-Papua menandatangi Memorandum of Undarstandi (MoU) penuntasan masalah pendidikan di Papua. Didalam MoU itu, ditargetkan penuntasan masalah pendidikan di Papua akan selesai tahun 2009 mendatang.
Penjabat Gubernur Sodjuangon Situmorang mengatakan, program wajar 9 tahun, dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dasar bagi setiap orang, agar dapat dengan lebih luas berkomunikasi dengan dunia luar. "Digelarnya program ini sebenarnya, agar masalah buta aksara maupun kebodohan dapat diatasi dan ditekan," demikian papar Gubernur dalam sambutannya, saat dibacakan Asisten III Setda Papua, Drs. Djabar Abdul Kadir, pada pembukaan workshop dalam rangka pelaksanaan program gerakan nasional percepatan penuntasan wajar 9 tahun, di Aula Dinas Perhubungan Provinsi Papua, Senin (22/5).
Pemerintah perlu menyadisadari bahwa jangankan wajib belajar 9 tahun, yang masih buta huruf pun masih banyak dan merupakan beban yang masih harus diatasi. Dari keadaan dan kenyataan dilapangan menunjukan, upaya-upaya pemberantasan buta aksara tidaklah semuda membalik telapak tangan. Apalagi memberikan bekal pengetahuan dasar seperti paket wajib belajar 9 tahun.
Menurut Gubernur, permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pengentasan wajib belajar di provinsi ini, tentunya tidak harus membuat surut semangat kita untuk mengatasi masalah ini. Namun, perlu ada kerjasama secara bersama-sama dan terpadu antar semua stakeholder dan antar wilayah maupnu daerah, berupaya mengatasi berbagai permasalahn tersebut.
"Kita harus berupaya agar permasalahan bidang pendidikan dapat terangkat dan teratasi di Papua dengan memperjuangkan peningkatan Sumber Daya Manusia Papua yang handal dan diharapkan dapat membangun dirinya sendiri" ujarnya.
Dengan digelarnya workshop-workshop seperti ini, diharapkan agar implementasinya dapat diterapkan dilapangan. Sehingga penuntasan masalah bidang pendidikan di Papua dapat benar-benar teratasi dan tidak setengah-setengah nantinya. Karena, perlu diketahui penuntasan wajar di daerah pedesaan maupun perkampungan, tidak hanya membutuhkan ketelatenan, namun biaya dan dana yang berkisar hingga trilyunan rupiah.
Dengan digelarnya MoU antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota se-Papua, diharapkan tiga persoalan pendidikan, dapat teratasi. Pemerintah juga diharapkan untuk memberikan pengawasan tepat terhadap penggunaan dana-dana itu, agar penyalurannya dapat benar-benar tepat sasaran dan digunakan untuk pengentasan masalah pendidikan di Papua. **