Calon presiden (capres) dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sementara, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak berkoalisi dengan Partai Golkar jika partai beringin ini mencalonkan Akbar Tandjung jadi presiden. PKS juga menolak berkoalisi dengan PDIP jika partai moncong putih ini memajukan kembali Megawati sebagai capres.
Pada Rabu (7/4), SBY membuat gebrakan dengan menolak untuk berkoalisi dengan PDIP. "Secara logika politik sulit diterima koalisi dengan PDIP. Setelah terjadi kemelut politik tiga bulan yang lalu, ada jarak antara PDIP dengan Partai Demokrat. Ada rintangan-rintangan politik, dan hambatan psikologis yang harus diselesaikan dulu walaupun dalam politik, tidak ada kawan atau lawan yang abadi," ujar SBY.
Menurut SBY, koalisi parpol akan bisa dilakukan terhadap partai yang memiliki platform yang sama. Ia juga tidak menampik kemungkinan koalisi Partai Demokrat dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan PKB.
Sejak dua hari ini, SBY memang cukup intensif melakukan pendekatan dengan berbagai tokoh parpol lain. Secara terbuka SBY mengungkapkan dirinya terus membuka komunikasi politik dengan tokoh-tokoh dari PKB, PKS, Partai Golkar dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Di tempat terpisah, PKS menyatakan siap berkoalisi dengan partai Islam lainnya maupun dengan partai nasionalis agama, dalam pencalonan presiden dan wapres jika ternyata partai ini memperoleh suara di bawah 20 persen. Namun, partai jelas menolak berkoalisi dengan Partai Golkar dan PDIP, jika kedua partai ini masing-masing mencalonkan Ketua Umumnya menjadi capres.
"Rasanya sangat sulit berkoalisi dengan Partai Golkar jika Akbar Tandjung yang nantinya dicalonkan menjadi presiden. Juga jika PDIP mencalonkan Megawati, tidak mungkin berkoalisi. Koalisi dengan kedua partai ini mungkin bisa dilakukan, jika capres dari kedua partai ini adalah berasal dari orang-orang yang reformis," tegas Sekjen PKS Anis Matta dalam percakapan dengan "PR", di Jakarta, Rabu (7/4).
Anis Matta yang dihubungi lewat telefon selulernya menegaskan, jika ada kekuatan lain selain Akbar dan Megawati, barulah PKS berkoalisi dengan Golkar dan PDIP. Sepanjang tidak ada kekuatan lain yang reformis, sangat sulit bagi PKS berkoalisi dengan kedua partai yang dalam urutan sementara berada pada urutan pertama dan kedua.
Menurut Anis Matta, PKS sendiri sudah jelas akan mencalonkan sendiri kadernya menjadi presiden, jika perolehan suara PKS mencapai 20%. Namun, jika di bawah 20%, maka PKS akan berkoalisi dengan partai Islam maupun partai nasionalis agama.
Ia merasa optimis PKS bisa meraih kemenangan yang cukup baik, paling tidak menempati urutan ketiga atau keempat dalam pemilu ini. "Mudah-mudahan, bisa menempati urutan ketiga atau keempat, seperti yang tercermin dalam penghitungan sementara. Insya Allah, PKS bisa memperoleh suara antara 8-12 persen," ujarnya.
Menurutnya, koalisi yang sudah mulai dipikirkan sekarang ini memang agak rumit, mengingat kondisi yang berbeda jika dibandingkan dengan Pemilu 1999. Rumit, karena selisih perolehan suara masing-masing partai Islam yang ada berdekatan.
Harus diakui, melihat penghitungan sementara yang ada masih sulit membicarakan koalisi partai itu. "Sekarang suara yang masuk baru sekira 20 juta. Masih sangat kecil. Kalau sudah mencapai 70 juta suara, barulah bisa menganalisa dan membuat ancar-ancar dengan perolehan suara terbanyak terdekat," ujarnya.
Ia menyebutkan, kemungkinan rumitnya berkoalisi itu karena antara partai Islam yang ada suaranya berdekatan. "Suara PPP, PKB, PAN persentasenya berdekatan dan ini nantinya akan menyulitkan koalisi itu," lanjutnya.
Namun, ujarnya, yang namanya koalisi tentu akan dilakukan pembicaraan bersama guna menentukan calon presiden dan wapres. "Jadi, meskipun suaranya berdekatan, diharapkan masing-masing partai Islam tidak ngotot-ngototan untuk mencalonkan jagonya masing-masing. Kita akan duduk bersama menetapkan keputusan bersama, siapa yang akan diusung menjadi calon presiden dan wapres nanti," ujarnya.
Buka komunikasi
Sebelumnya, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Bomer Pasaribu dalam keterangan terpisah membenarkan adanya komunikasi secara personal dengan PD. Namun, pembicaraan tidak secara organisatoris. "Kami siap berkoalisi. Tetapi prinsipnya, koalisi itu bisa dengan siapa pun," ujarnya.
Disebutkannya, sejauh ini pihaknya masih menunggu perolehan suara yang stabil, mengingat perolehan suara sangat menentukan posisi tawar koalisi.
Hal senada diungkapkan Ketua DPP Partai Golkar, Slamet Effendi Yusuf mengatakan, partainya sudah melakukan penjajakan dengan berbagai partai untuk melakukan koalisi guna memenangkan pemilihan presiden. "Kita sudah melakukan pendekatan atau didekati oleh berbagai partai," ujarnya dalam keterangan di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu (PTNP) 2004 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (7/4).
Sewaktu ditanya, apakah partai tersebut termasuk di antaranya PDIP, Slamet hanya menyebut, bahwa partai yang didekati itu adalah partai dan orang-orang yang saat ini sering diberitakan di media massa. "Saya tidak mau menyebut. Akan tetapi termasuk partai-partai, atau orang-orang yang sekarang banyak Anda sebut-sebut di surat kabar, sudah melakukan komunikasi dengan kami," katanya.
Disebutkan Slamet, berkoalisi merupakan keharusan apabila ingin memenangkan kursi presiden dalam pemilihan secara langsung ini. Menurutnya, Partai Golkar sendiri sebagai partai yang mungkin meraih angka tinggi, tentu mengharapkan kursi presiden apabila berkoalisi dengan partai lain. "Sebagai partai yang mungkin akan meraih angka tertinggi kami pada dasarnya ingin memperoleh presiden. Tetapi apakah itu akan kita perjuangkan secara optimal, itu akan kami bicarakan setelah tanggal 19 April," jelasnya.