Dinas Pendidikan Provinsi Papua mengakui
sebagian besar anak SD di wilayah pinggiran atau pedalaman Papua, mengalami
putus seklah mulai dari kelas satu sampai tiga. Hal tersebut dikarenakan
kesiapan siswa masuk ke jenjang tersebut (SD) masih sangat rendah.
“Bayangkan, di wilayah tersebut tak ada pendekatan terhadap
anak mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk kemudian beranjak ke
jenjang selanjutnya, TK lalu SD. Apalagi dengan kondisi sosial, geografis,
ekonomi dan lain sebagainya, sehingga ketiadaan PAUD ini pun sangat penting,”
terang Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Papua Protasius Lobya, di Jayapura,
kemarin.
Kendati demikian, selain keberadaan PAUD dan TK, perlu pula
dilakukan penyetaraan tutornya. Oleh karenanya, Dinas Pendidikan (Disdik)
Provinsi Papua memberi dukungan penuh terhadap penandatanganan petisi
perjuangan kesetaraan guru Pendidikan Anak Usia Dini mengenai pengakuan
serta pengaturan haknya dalam
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Sebab, khusus di Provinsi Papua, peran PAUD dinilai sangatlah
besar dalam persiapan anak setelah dari Taman Kanak-Kanak (TK) masuk ke jenjang
yang lebih tinggi yakni Sekolah Dasar (SD).
“Yang pasti, kami menilai seluruh kabupaten dan kota mesti membangun
dari PAUD, karena kesiapan anak untuk masuk jenjang lanjut seperti SD, sudah
terbukti bahwa memang harus melalui TK atau PAUD,” harap ia.
“Makanya, Disdik Provinsi Papua sangat mendukung supaya
semua kampung dan pemukiman masyarakat harus memiliki PAUD. Karena
keberadaannya penting di mana anak-anak sudah mulai diperkenalkan huruf, warna,
angka dan teman yang bukan tetangga, keluarga atau sejenisnya,” kata ia.
Diakuinya, saat ini PAUD formal seperti TK di Papua hanya berada
di kota saja. Namun di daerah pinggiran dan pedalaman tidak ada. Sementara yang
ada, PAUD sejenis sekolah minggu. Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh kepala
daerah di Papua agar peduli dengan keberadaan PAUD di masing-masing wilayahnya.
Sebelumnya, guru-guru PAUD se-Papua menggelar
penandatanganan petisi perjuangan disertai doa bersama lintas agama untuk
mendukung yudicial review atau revisi Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pasal 1 mengenai kesetaraan tutor PAUD non formal.