Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua
mengakui pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di bumi cenderawasih
menghadapi tantangan berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia.
Dimana pembentukan KPH didasari pada hak kepemilikan tanah
adat dan nilai-nilai tradisional yang menjadi identitas masyarakat Papua.
Menurut Staf Ahli Gubernur Bidang SDM dan Kesejahteraan
Rakyat, Annie Rumbiak, kondisi itu didukung dengan fakta bahwa dari hampir tiga
juta orang di Papua, 84 persen diantaranya bergantung pada hutan sebagai mata
pencahariannya.
“Sebab ada pula manfaat sosial dan budaya yang didapat dari
hutan,” terang ia pada pertemuan awal dimulainya proyek persiapan untuk
pembangunan yurisdiksi rendah karbon di Papua, yang dihadiri Pemprov Papua
melalui Komisi Daerah Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan Provinsi
Papua (KOMDA-PIPB) serta WWF Indonesia, di Jayapura, kemarin
Menurutnya, otonomi khusus untuk Papua di Indonesia
berdasarkan UU No 21/2001 memberikan provinsi tertimur di Indonesia ini sebuah
wewenang penuh. Diantaranya dalam mengatur orang Papua sesuai dengan aspirasi
dan hak tradisional mereka.
Oleh karena itu, Annie mendorong keterlibatan para pemangku
kepentingan dari berbagai sektor di tingkat provinsi hingga ke kabupaten,
distrik dan kampung untuk dapat secara partisipatif mengimplementasikan
kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.
Sehingga diharapkan melalui dukungan penuh para pemangku
kepentingan itu, pemerintah provinsi Papua dapat memberikan kontribusi dalam
upaya tata guna lahan yang berkelanjutan serta mendukung komitmen nasional
maupun global dalam penurunan emisi CO2 guna mengatasi perubahan iklim.
Dalam rilis yang diterima harian ini sebelumnya, GCF hadir
sebagai bagian dari komitmen para gubernur yang wilayahnya masih memiliki
tutupan hutan yang luas agar ikut berkontribusi terhadap peningkatkan emisi
CO2, khususnya yang berasal dari perubahan tutupan lahan (land use change).
Adapun di Papua, terdapat dua lokasi KPH yang dijadikan
fokus untuk model proyek tersebut yakni KPH Biak-Numfor & Supiori serta KPH
Kepulauan Yapen. Melalui kegiatan ini diharapkan kedua model KPH tersebut
berkomitmen dan sepakat untuk menjadi model proyek GCF selama 18 bulan kedepan.
Untuk diketahui, Governor Climate Forum (GCF) adalah sebuah
forum beranggotakan para gubernur dari beberapa negara yang berkomitmen dalam
mengatasi pemanasan global. Saat ini GCF beranggotakan 38 provinsi yang berasal
dari berbagai negara antara lain Indonesia, Afrika, Amerika Latin dan Amerika
Serikat.