Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Papua
berkeinginan kuat agar masyarakat adat diberi ruang seluas-luasnya untuk mengelola
hutannya sendiri, sebagaimana amanat dalam UU Otsus.
Untuk mewujudkan hal itu, Dishut Papua mendorong revisi
terhadap Peraturan Gubernur no.13 tahun 2010 tentang Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap
Ormuseray revisi tersebut juga bertujuan agar regulasi Pergub 13, tak bertabrakan
dengan peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
“Baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun
Peraturan Menteri (Permen) Kehutanan. Makanya kita dorong supaya Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) melalui Permen Kehutanan yang sebenarnya sudah
diusulkan sejak tujuh tahun lalu,” tergas Ormuseray di Jayapura, belum lama
ini.
Direktur World Wide Fund for Nature (WWF) - Indonesia
Program Papua, Benja Victor Mambai menilai bijak langkah-langkah yang dilakukan
Dishut Papua untuk memberi ruang kepada masyarakat adat.
Sebab dengan demikian, masyarakat adat bisa lebih leluasa
dan secara mandiri dengan pengawasan pemerintah daerah, untuk mengelola hutan miliknya
sendiri.
“Diharapkan pula ada peningkatan kesejahteraan melalui
pendapatan yang layak dan adil, dari usaha pengelolaan hutan untuk masyarakat
adat,” tegas ia.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe berharap agar
masyarakat bumi cenderawasih dapat menikmati hasil hutan, sampai kepada seluruh
sumber daya alam yang ada didalamnya.
Pemerintah kabupaten dan kota pun diimbau segera
mengoptimalkan peranan dan dan kebijakan pembangunan demi mewujudkan hal itu.
Sehingga masyarakat adat yang berdomisili atau tinggal di hutan, dapat
menikmati hasil pembangunan.
“Sebab jangan hanya pengusaha-pengusaha bermodal besar saja
yang menikmati hasil hutan kita, tetapi masyarakat pemilik hutan pun harus ikut
menikmati,” harapnya.