Itu semua karena radar penangkap sinyal darurat (emergency locator beacon aircraft atau ELBA) di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, dan di Bandara Pattimura, Ambon, rusak. "Radar yang berada di Ambon itu (malah) sudah rusak lebih dari setahun," kata Kepala Badan Search and Rescue Jakarta Dadang Arkuni. Radar penangkap sinyal darurat, atau yang biasa disebut penangkap sinyal emergency locator transmitter (ELT), yang ada di Jakarta bertugas memantau wilayah Indonesia bagian barat. Adapun radar di Ambon untuk memonitor wilayah Indonesia bagian timur.
Menurut Kepala Badan Search and Rescue Jakarta Dadang Arkuni, Indonesia memiliki radar ini sejak 1995. Itu pun berkat kebaikan hati pemerintah Kanada. Dengan demikian, setiap ada kecelakaan pesawat atau kapal laut, radar ini akan mendapat informasi tentang lokasi kecelakaan. Namun, sejak radar di Cengkareng mengalami kerusakan, alat itu tak bisa lagi membaca koordinat lokasi kecelakaan. Radar masih tetap bisa menerima laporan kecelakaan dari alat yang sama milik Singapura, Australia, dan Thailand. Dadang mengaku sudah melaporkan radar penangkap sinyal darurat yang mengalami kerusakan sejak dua bulan lalu itu ke kantor pusat Badan Search and Rescue Nasional. "Tapi belum juga diperbaiki karena biayanya mahal," kata Dadang tanpa memerinci besar ongkosnya.
Dia menambahkan, dengan menggunakan radar itu, Indonesia tergabung dalam sistem Cospas-Sarsat. Ini adalah sistem pencarian korban kecelakaan yang menggunakan bantuan 12 satelit, yang didirikan Kanada, Inggris, Amerika, dan Uni Soviet pada 1979. Konsorsium ini kini anggotanya terdiri atas puluhan negara. Indonesia tergabung dalam satu wilayah bersama Singapura, Australia, dan Thailand, dengan Australia sebagai koordinator wilayah. Bila terjadi kecelakaan di wilayah empat negara ini, masing-masing radar akan menampilkan koordinat lokasi kecelakaan. Radar membaca kecelakaan berdasarkan sinyal ELT di pesawat yang muncul jika terjadi benturan. Sinyal yang keluar akan terbaca oleh radar dalam hitungan detik. Menurut Dadang, Indonesia seharusnya memiliki cadangan radar. Tapi, karena alat ini memakai teknologi tinggi dan harganya mahal, pemerintah belum bisa menyediakan. Padahal alat ini penting untuk keselamatan.
Di tempat terpisah, kemarin Direktur Utama PT Angkasa Pura II Edie Haryoto menjelaskan sistem pengendalian lalu lintas udara di Soekarno-Hatta saat ini berfungsi dengan baik, termasuk pada hari hilangnya pesawat Adam Air Boeing 737-400 dengan nomor penerbangan KI 574. "Fasilitas pengendalian di FIR Jakarta termasuk modern dan berfungsi dengan prima," ujar Edie. Dia menambahkan, pada peristiwa kecelakaan Adam Air, fasilitas FIR Jakarta dapat merekam posisi terakhir pesawat. "Tapi sayangnya, posisi pesawat Adam Air saat itu bukan masuk dalam wilayah pengendalian FIR Jakarta."