Jayapura.
Gubernur Provinsi Papua Drs. J.P.Solossa, MSI, mengatakan Undang-udang Nomor 21 tentang Otonomi Khusus, kan menjadi perhatian saat melakukan refisi UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, terutama masalah kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, juga akan mengakomodir, masalah-masalah yang terkait dengan pemberlakukan Otonomi Khusus bagi Papua dan NAD.
sacara khusus dalam rapat-rapat APPSI II, hal tersebut telah disampaikan, bahkan dalam rapat koordinasi dengan pansus, saya juga meminta agar substansi kekhususan dari otsus bagi papua dan NAD, menjadi perhatian saat merevisi UU nomor 22 dan 25 tahun 1999 "katanya".
J.P.Solossa kepada wartawan lebih jauh mengatakan, rasa optimisme bahwa otsus akan menjadi perhatian, saat merevisi kedua UU tersebut, saya rasa tidak ada masalah.
Bahkan dikatan perubahan UU 22 dan 25 tahun 1999, itu sendiri tidak terlalu banyak, hanya menyangkut pemilihan kepala daerah secara langsung dan masalah hubungan antara pemerintah pusat dengan provinsi dan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Sehingga peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat didaerah harus lebih ditonjolkan sebab dalam UU 22 tahun 1999, sekarang ini masalah tersebut tidak terlalu menonjol,sebab ada kesan seolah-olah gubernur tidak punya kewenangan sampai kedaerah kabupaten/kota.
Didaerah lain hal ini sangat kelihatan, kita disini (papua) sangat bagus hubungan gubernur dengan para bupati dan walikota.
Lebih jauh gubernur mengatakan, bahwa pembahasan masalah revisi UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, kini sedang berlangsung dan diharapkan dewan yang ada sekarang akan menyelesaikan revisi UU tersebut hingga masa tugas mereka berakhir. Bahka dalam pembahasan-pembahasan yang sedang berlangsung saat ini di DPR-RI, bahwa kewenangan gubernur tehadap kabupaten/kota sangat kuat, seperti dalam hal pengesahan atau pembatalan Peraturan Daerah (Perda), kabupaten/kota, gubernur mempunyai hak untuk membatalkan Perda yang dibuat oleh kabupaten/kota.
Jadi seperti dulu semua perda-perda, didaerah harus mendapat persetujuan dari gubernur, karena dirasakan terjadinya Perturan Daerah yang tumpang tindih, dengan perda provinsi, ada perda kabupate/kota yang bertabrakan dengan perda provinsi sehingga hal itu membuat kekacauan tambahnya.