Pemerintah provinsi diharapkan menindaklanjuti
peluncuran rencana aksi nasional (RAN) Perlindungan Anak dalam Konflik Sosial
menjadi rencana aksi daerah (RAD), sebagai acuan pelaksanaan program
perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial di
tingkat daerah. Hal demikian dikemukakan Asisten Bidang Umum Sekda Papua,
Rosina Upesy kepada pers, minggu lalu, di Jayapura.
Menurut Rosina, rencana aksi tersebut memandatkan
adanya koordinasi ditingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk pelaksanaan
program-program yang termuat didalamnya melalui pembentukan kelompok kerja
provinsi. “RAN ini perlu ditindaklanjuti oleh daerah dengan membuat RAD. Karena
RAN yang telah diluncurkan secara resmi pada 6 Oktober 2014, secara garis besar
memuat program untuk pencegahan konflik sosial, penanganan dan pemberdayaan
perempuan serta partisipasi anak dalam konflik sosial,’ tuturnya.
Dikatakan, sampai saat ini perempuan tak
jarang menjadi target kekerasan berbasis gender. Selain itu perempuan sebagai
agen perdamaian juga masih dipandang terabaikan. Oleh karenanya, pada 2007
pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak sebagai leading sektor mulai menginisiasi draf rencana aksi
nasional perempuan, perdamaian dan keamanan.
Disatu sisi, pada tahun ini UN Women dan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bekerjasama dengan
pemerintah provinsi Papua melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak melaksanakan kegiatan perumusan aksi daerah pendampingan dan pemberdayaan
perempuan dan anak dalam konflik sosial. “Tujuannya adalah untuk memberi
perlindungan bagi perempuan dan anak. Karena itu kita berharap sekali lagi pembentukan
RAD bisa segera dilakukan guna memaksimalkan perlindungan bagi perempuan dan
anak di tanah ini,†imbaunya.