Gubernur
Papua Lukas Enembe berharap upaya mengeliminasi kaki gajah mencapai angka
dibawah 1% di Kabupaten/Kota.
Hal tersebut dikatakan Gubernur dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan
Asisten Bidang Pembangunan dan Perekonomian Sekda Papua, Drs. Elia Loupatty,
pada pencanangan bulan eliminasi kaki gajah atau filariasis yang dirangkaikan
dengan apel bersama di halaman Kantor Gubernur Dok II Jayapura, Senin (5/10).
Pemerintah Provinsi Papua sejak tahun 2006 sampai 2013 sudah melakukan pemetaan
endemisitas Kaki Gajah, di 17 Kabupaten dan Puskesmas, antara lain, Kabupaten
Boven Digoel, Merauke, Asmat, Mappi, Jayapura, Kota Jayapura, Sarmi, Keerom,
Mamberamo Raya, Kep. Yapen, Waropen, Supiari, Biak Numfor, Mimika, Nabire,
Jayawijaya dan Puncak Jaya. Hasilnya adalah microfilaria rate diatas 1 %,
dimana, dari 17 Kabupaten yang telah terpetakan, 10 diantaranya melaksanakan
pemberian obat massal pencegahan (POMP) falariasis.
Kemudian
pada bulan Februari sampai dengan April 2015, dilakukan pemetaan endemisitas
kaki gajah di 12 Kabupaten yang berada di wilayah pegunungan, yakni
Kabupaten Paniai, Deiyai, Dogiyai, Lanny Jaya, Tolikara, Yalimi, Yahukimo,
Mamberamo Tengah, Pegunungan Bintang, Puncak, Nduga dan Intan Jaya. Hasilnya 6
kabupaten seperti Mamberamo Tengah, Nduga, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Puncak
dan Intan Jaya, dinyatakan endemis kaki gajah/filariasis karena microfilaria
rate adalah diatas 1 % atau (1%-53%).“Ini
artinya perlu ditinjak lanjuti dengan pemberian obat pencegahan massal
filariasis karena penularan penyakit filariasis sedang berangsung di
masyarakat. Hanya untuk mencapai eliminasi kaki gajah/filariasis tahun 2020,
diharapkan semua kabupaten/kota endemis melaksanakan pemberian obat pencegahan
massal falariasis selama lima tahun berturut-turut. Supaya seluruh masyarakat
bebas dari penyakit kaki gajah,†tuturnya.
Ditambahkan
Gubernur, di Papua saat ini terdapat beberapa penyakit yang masuk dalam
kelompok penyakit terabaikan. Diantaranya adalah kaki gajah, kusta, kecacingan,
diare dan ISPA. Penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat baik di Papua maupun Indonesia. Penyakit terabaikan ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, karena banyak ditemukan pada penduduk yang tinggal
di daerah terisolir dan jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan. Oleh karena
itu, pemerintah Provinsi Papua melakukan serangkaian program pengobatan massal
secara bertahap sebagai salah satu program prioritas dalam pemberantasan
penyakit menular sesuai dengan kesepakatan Global yang ditetapkan oleh WHO atau
Dunia bebas penyakit Filariasis tahun 2020.
Pengobatan
massal yang dilakukan setiap tahun sekali selama lima tahun berturut-turut
kepada seluruh penduduk, sasaran di Kabupaten/Kota yang endemis filariasis.
“Sebab ada suatu keuntungan yang didapat dalam pengobatan massal ini yaitu ikut
matinya cacing-cacing lain yaitu cacing usus yang ada dalam tubuh/perut kita
(cacing gelang, kremi, cambuk, trikuris dan cacing pita),â€. “Karena itu, saya
berharap pemerintah kabupaten/kota, mendukung program eliminasi filariasis agar
tidak ditemukan lagi penderita kronis filariasis, sehingga visi Papua bangkit,
mandiri dan sejahtera bisa terwujud,†tutupnya.