Tiga
tahun lebih menjadi kepala pemerintahan di Provinsi Papua, Gubernur Lukas
Enembe ternyata memiliki catatan lepas yang pada akhirnya menjadi pokok
pikiran, lalu dituangkan kedalam satu buku.
Ya, buku tersebut berjudul, “Papua Antara Uang
dan Kewenangan†yang dilaunching sekaligus bedah buku di Ballroom Hotel
Borobudur Jakarta, Senin (19/9) malam.
Dalam sambutannya Gubernur Lukas Enembe
mengatakan ada banyak perubahan yang terjadi di Papua, namun tak sedikit pula
hambatan yang dihadapi karena situasi dan kebijakan pemerintah pusat yang
bertentangan dengan kondisi daerah.
Dalam artian, ada hambatan regulasi sehingga
pembangunan di Papua tidak terlaksana sesuai dengan harapan karena kewenangan
yang minim.
“Oleh karena itu, saya mau katakan Papua
merasakan pembangunan sejak 2001 atau saat Otonomi Khusus diberlakukan, dan itu
harus kita akuiâ€.
“Makanya, pada kesempatan ini kita mesti merenungkan
kembali apa yang terjadi selama 15 tahun. Karena 2021 kewenangan Otsus pun sudah
akan berakhir. Jadi kita harus bisa merefleksikan apa yang kita akan lakukan
setelah Otsus habis,â€tutur dia.
Sementara acara Launching dan Bedah Buku menampilkan
sejumlah testimoni tentang seorang Lukas Enembe sebagai penulis buku. Diantaranya,
Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan, Anggota DPR RI asal Papua Sulaiman
Hamzah, serta Karo Tata Pemerintahan Setda Papua Sendius Wonda.
Tak hanya itu, sejumlah tokoh nasional dan
tokoh Papua, para peneliti pun menghadiri acara tersebut.
Nampak diantaranya mantan Kapolri yang juga
mantan Kapolda Papua Jenderal (Pol) Tito
Karnavian, Wakil Ketua DPR RI Fachri Hamzah, mantan Menteri Perhubungan Freddy
Numbery, serta mantan Dubes Columbia
Mikael Manufandu. Turut hadir, sejumlah anggota DPRP Papua, para Kepala SKPD di
lingkungan Pemprov Papua serta para bupati.
Buku ini, diharapkan dapat memberikan aspirasi
bagi masyarakat Papua dan pemerintah pusat. Buku setebal 285 halaman itu dibagi
menjadi 10 bagian, yakni pada bagian I berisikan Tanah Yang Diberkati yang
membahas tentang abad keagamaan, menghadirkan berkat Tuhan, Tiga Pilar Utama
Pembangunan Papua, Menjawab Dengan Karya Nyata, Politik Kasih.
Kemudian pada bagian II membahas tentang Papua
Untuk Indonesia diantaranya Memperkokoh Nasional Building, termasuk juga
membahas soal kontribusi orang Papua di Nusantara serta Kemajemukan adalah
Wajah Asli Papua.
Selanjutnya, pada bagian III membahas soal
Otsus dan Pembangunan Papua yang membahas soal Otsus tidak gagal, penataan
Otonomi Khusus serta Terobosan Gila Membangun Papua.
Sementara pada bagian IV, perubahan pendekatan
pembangunan. Bagian V Geliat Ekonomi Papua. Bagian VI Gerbang Mas Hasrat Papua.
Bagian VII menyoal tentang Freeport dalam konteks pembangunan nasional. Bagian
VIII terkait dengan Otonomi Khusus dalam bingkai demokrasi. Bagian IX perubahan
Otsus demi Papua dan Indonesia serta bagian X tentang PON XX dan integrasi
nasional.
Sementara Lukas menambahkan, menjadi seorang Gubernur
menjadi anugerah Tuhan yang patut disyukuri olehnya, karena dengan hal itu pihaknya
bisa menulis apa yang dilihat dan dirasakan. Kemudian dari situ mengambil
kebijakan terkait penglihatan/pengamatan dari perasaan tersebut.
“Saya merasakan sendiri bahwa uang saja tidak
cukup untuk mengatasi persoalan di Papua karena karakterisitik wilayahnya yang
multikompleks dan multidimensional. Atas dasar itu, cita-cita saya adalah
melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Dengan harapan memberi
kewenangan yang lebih luas lagi kepada Pemerintah Provinsi Papua untuk
mengelola sumberdaya alam yang melimpah-ruah ini bagi kesejahteraan rakyat
Papuaâ€.
“Inilah alasan buku ini juga dibuat agar menjadi
penyemangat dan koreksi bagi kita semua untuk membangun bangsa dan negara
Indonesia dari Tanah Papua,†tutupnya.