Pemerintah Provinsi Papua
mengakui belum semua tanah yang telah diadakan, memiliki sertifikat. Kendati
begitu, kelemahan itu bakal dibenahi dalam waktu dekat, supaya memiliki satu
ketetapan hukum.
Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan
Rakyat Sekda Papua Elia Loupatty mengatakan hal itu pada Rapat Koordinasi Tanah
Bersengketa Bidang Keagrariaan Pemerintah Provinsi Papua, di Jayapura, Selasa
(18/10).
Oleh karena itu, Elia menyambut positif
inisiatif Biro Tata Pemerintahan Setda Papua yang berupaya menghimpun data maupun
informasi mengenai langkah penanganan sengketa pertanahan, baik di Kabupaten
Jayapura, Sarmi, Keerom dan Kota Jayapura.
Sebab mengatasi sengketa tanah di Papua,
lanjutnya, sangatlah tidak mudah sehingga diperlukan koordinasi dan kerjasama
yang baik.
"Makanya, saya minta hasil rapat koordinasi
bersama semua pihak terkait ini, mesti dihimpun untuk diproses menjadi
Peraturan Gubernur Papua tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Pertanahan di
Bumi Cenderawasih.
“Sebab ada cukup banyak lokasi tanah yang
selama ini bersengketa diantaranya, lokasi tanah Kampus IPDN di Distrik Maribu
Tua, tanah di Transito di Kabupaten Jayapura, luasan lokasi tanah minyak
Perindagkop serta lokasi UPT Kantor Samsat Provinsi Papua di Keerom. Kemudian ada
pula, luasan lokasi tanah Kantor UPT Samsat Pemda Provinsi Papua di Kabupaten
Sarmi dan lokasi ex Kampus APDN Yoka di Kota Jayapura,†tutur dia.
Sementara berkaitan dengan upaya penyelesaian
permasalahan tanah, tambah Elia, pada umumnya tuntutan masyarakat adat lebih
terfokus pada tiga hal utama, yakni tuntutan ganti kerugian tanah, salah bayar
dan pembayaran yang masih tersisa.
Tiga indikator ini yang kerap memicu muncunya sengeketa
atas lahan bersertifikat milik pemerintah provinsi Papua. Hal ini tergambar
dari adanya surat sabotase (klaim kembali tanah pemerintah daerah).
“Sehingga menyikapi rangkaian kasus
pertanahan, saya berharap surat sabotase klaim, hendaknya senantiasa memerlukan
pemahaman yuridis maupun fisik sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 2007 yang menyebutkan, pemilik tanah adalah pemegang hak
atas tanah, atau pemilik benda benda lain yang berkaitan dengan tanah.
“Demikian pula untuk surat tanda bukti hak
atas tanah yang dinamakan sertifikat, berpengertian sertifikat menurut pasal
(1) angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah tanda bukti pemilikan tanah,â€
pungkasnya.