Gubernur Papua Lukas Enembe merasa tak terima dengan
tudingan mantan pejabat Bupati Mappi dan Mimika, Allo Rafra, yang menyebut raihan
WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) sejumlah pemda di Bumi Cenderawasih, termasuk
pemerintah provinsi, diduga dari hasil suap.
Lukas menyebut, raihan WTP yang diterima Papua
merupakan buah dari hasil kerja keras semua pejabat terkait, yang ada di tanah
ini. Apalagi, pihaknya selalu tegas dan menginstruksikan kepada seluruh staf
untuk menindaklanjuti seluruh hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau terjadi penangkapan WTP suap kemarin,
itu masalahnya di Jakarta. Tak ada kaitannya dengan Papua. Sebab kalau ada
temuan di SKPD saya langsung perintahkan untuk dikembalikan dan diselesaikan.
Sehingga bisa dipastikan pemerintah provinsi bersih dari apa pun karena tidak
ada lagi temuan”.
“Karenanya saya tegaskan kalau tahun ini pemerintah
provinsi terima hasil audit BPK 2016 dengan raihan WTP, jelas sekali itu juga
hasil kerja keras kita (bukan karena suap),” bantahnya.
Allo Rafra, lanjut Gubernur, mestinya malu
sebab pada masa pemerintahannya opini BPK lebih banyak berkutat pada
disclaimer. Ia pun tak ragu menyebut pemerintahan di masa Allo Rafra, telah sangat
merusak tatanan pemerintahan di Papua.
“Opini pemerintahan di Papua dari tahun ke
tahun disclaimer. Kini kita bekerja keras mengubah dengan membenahi aset kita yang
dulunya pada jaman Allo Rafra yang juga menjadi Kepala Pemerintahan dijual oleh
mereka”.
“Jangan bicara sembarang, kalau kita berhasil
berarti itu hasil yang sebenar-benarnya. Ini jamannya pemerintah sebelumnya yang
sudah hancur dan justru sekarang sedang kita perbaiki,” ucap dia.
Sebelumnya, Tokoh masyarakat Mimika, Papua,
yang pernah menjabat sebagai Bupati Mappi dan Mimika, Athanasius Allo Rafra,
mencurigai BPK dalam memberikan opini WTP terhadap laporan keuangan pemerintah
provinsi beserta sejumlah kabupaten/kota se-Papua.
Kejadian penangkapan salah satu Auditor BPK
karena kasus suap WTP di Jakarta, menjadi tolak ukur bagi dirinya untuk memberi
pendapatan. Ia curiga besar kemungkinan modus serupa terjadi di Papua.
"Kalau BPK Papua membantah tidak ada praktek
seperti itu, saya tidak percaya. Justru di Papua jauh lebih kencang," katanya.