Pemerintah Provinsi selaku pemegang saham
tertinggi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua, melarang BUMD tersebut untuk
memberikan kredit diatas Rp 50 miliar kepada nasabah.
“Saya minta Bank Papua memberikan maksimal
Rp 50 milliar bagi nasabah yang mengajukan kredit. Sebab kemarin, sampai-sampai ada
nasabah dari Jakarta dan Bali berlomba-lomba datang kesini minta kredit. Karena
itu, saya minta hal ini menjadi perhatian supaya tak ada lagi kredit macet di
bank ini,” terang Lukas di Jayapura, Senin (19/6).
Lukas menduga kejadian yang menimpa mantan
Direktur Utama Bank Papua JK, yang kini menjadi tersangka dalam kasus pemberian
kredit merugikan negara senilai Rp 359 miliar, dikarenakan pemberian agunan tak
sesuai dengan peruntukan.
Sehingga BPK menilai adanya penyimpangan dalam
pemberian fasilitas kredit BPD Papua kepada PT Sarana Bahtera Irja (PT SBI) dan
PT Vita Samudra (PT Vitas).
“Sebab pemebrian kredit oleh pihak Bank Papua
sebelumnya, banyak yang dilakukan tanpa memenuhi standar perbankan”.
“Misalnya, dalam UU Perbankan menyatakan nilai
agunan minimal 125 persen untuk bisa mengambil kredit. Tapi justru ada yang
nilai agunannya baru 50 persen, sudah diterima. Bahkan nilainya ratusan miliar.
Ini yang membuat semuanya bermasalah hingga terjadi kredit macet,” ucapnya.
Lukas menambahkan, sudah mendengar informasi
kebobrokan Bank Papua semasa menjabat Bupati Puncak Jaya. Oleh karenanya,
pihaknya langsung berinisiatif mengganti seluruh direksi sejak terpilih sebagai
Gubernur Papua empat tahun silam.
Pihaknya berharap setelah menunjuk beberapa
sejumlah direksi yang berasal dari berbagai bank BUMN yang ada di Indonesia,
mampu memperbaiki kinerja BPD Papua.
“Mudah-mudahan mereka (direksi baru,red) bisa memperbaiki
bank ini supaya ini berubah, sehingga menjadi milik rakyat. Kita juga imbau
masyarakat tuntuk tidak panik, sebab bank ini sedang dalam perbaikan. Dan ini sedang
berjalan,” tutur dia.