Puluhan anggota Komunitas Masyarakat Adat
Papua Anti Korupsi (KAMPAK) bersama Forum Peduli Kawasa Byak (FPKB) mendatangi
Kantor Inspektorat Papua yang berlokasi di kawasan Kantor Gubernur Dok II
Jayapura, Kamis (24/8) kemarin.
Kedatangan mereka guna mempertanyakan tindak
lanjut laporan dugaan korupsi proyek rehabilitasi gedung Bappeda Papua senilai
kurang lebih Rp 6,5 Miliar, yang dianggarkan dalam APBD 2015.
“Kita kesini mau pertanyakan laporan dugaan
korupsi di Bappeda Papua yang dilaporkan masyarakat ke KPK tertanggal 21
Desember 2016”.
“Dimana KPK sudah mengirimkan surat aduan
masyarakat ini ke Inspektorat Papua. Apalagi proyeknya belum selesai seratus
persen, tapi sudah dianggarkan lagi dalam APBD 2016 dana tambahan senilai Rp 150
juta," terang Koordinator KAMPAK, Jhon Rumkorem ,saat menyampaikan orasi.
Dia menilai pihak Inspektorat Papua terkesan
lamban dalam menindaklanjuti surat KPK itu. Meski Inspektorat Papua telah
menerbitkan surat perintah pemeriksaan pada 22 Februari 2017 lalu.
"Coba dibayangkan sudah enam bulan waktu
berlalu, tapi Inspektorat belum juga mengumumkan hasil pemeriksaannya atau
melaporkan ke KPK”.
“Makanya kemarin kami sudah bersurat ke KPK
dengan isi surat meminta segera memeriksa Inspektur Papua, sebab kami lihat
yang bersangkutan tidak serius menangani dugaan korupsi itu," ujarnya.
Sementara dalam orasinya, KAMPAK membawa
spanduk dan poster yang diantaranya bertuliskan, isi surat yang dikirimkan KPK
kepada Inspektorat Papua, terkait laporan dugaan korupsi di Bappeda oleh masyarakat.
Ada juga isi surat perintah yang dikeluarkan
Inspektorat Papua untuk melakukan pendampingan terhadap tim yang melakukan
pemeriksaan khusus, terkait dugaan korupsi itu.
Ditempat terpisah, Inspektur Papua Anggiat
Situmorang yang dihubungi pers via telepon selulernya menjelaskan pihaknya
sudah turun langsung menindaklanjuti surat KPK. Dimana hasil penelusuran
menyebut bahwa dana yang dianggarkan pada APBD 2015 untuk rehabilitasi gedung
Bappeda Papua tidak dilaksanakan dan dilelang karena sudah mendekati akhir
tahun anggaran.
Baru kemudian dianggarkan kembali pada APBD 2016. “Sehingga
diadukan ke Jakarta karena disebut kegiatan yang dobel. Ternyata setelah kami
periksa tidak seperti itu,” ucapnya.