Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua dalam waktu
dekat segera memanggil penyelenggara Pilkada di daerah untuk membahas
penggunaan noken dalam Pilkada Gubernur (Pilgub) 2018 mendatang.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Papua Adam
Arisoi, saat memberikan keterangan kepada pers, akhir pekan kemarin, di
Jayapura.
Menurutnya, sangat penting untuk membahas
penggunaan noken dalam Pilgub 2018. Apalagi sebagian besar daerah yang masih
menggunakan noken ada di wilayah pegunungan tengah Papua. Dilain pihak,
sebagian besarnya pun berdomisili di wilayah perkampungan.
“Makanya, hal ini harus segera dibicarakan
lagi. Khususnya dengan kabupaten yang masih menggunakan noken. Namun kita
panggil KPU setempat dulu, selanjutnya berkoordinasi dengan pemda terkait juga
pihak keamanan”.
“Melalui hasil pembahasan itu, diharapkan bisa
meminimalisir hal yang tak diinginkan dalam pelaksanaan Pilkada tahun depan,”
tutur dia.
Dikatakan, KPU Papua sebenarnya ingin
mendorong agar Pilgub 2018 tak menggunakan noken di semua daerah. Hanya saja,
penggunaan noken tak dapat disetop secara tiba-tiba karena masih ada beberapa
daerah yang menjunjung tinggi sistem tersebut, karena sudah menjadi kebiasaan,
budaya serta adat istiadat warga pedalaman.
“Namun yang pasti dalam Pilkada sebelumnya KPU
tetap mengacu pada putusan MK yang memberikan semacam perhatian tetapi bersifat
gradual atau menghilangkan (sistem noken) secara bertahap. Artinya tidak
langsung dipatok langsung habis nokennya”.
“Namun jika diberlakukan (sistem noken), KPU
Papua mesti menerbitkan petunjuk teknis (Juknis) seperti di Kabupaten Yahukimo
supaya implementasinya menjadi legal secara hukum,” ucap dia.
Komisioner KPU Papua Izak Hikoyabi mengatakan
dalam Pilkada Bupati 2017 lalu, lanjut dia, ada sekitar beberapa kabupaten yang
menggunakan sistem noken. Diantaranya, Puncak Jaya, Intan Jaya, Dogiyai serta
Tolikara.
Meski demikian, Adam mengatakan tata cara
pemberian suara dalam sistem noken sebenarnya tak mesti untuk dipermasalahkan.
Namun rekapitulasi surat suaranya, yang wajib diatur serta dikawal prosesnya
secara berjenjang mulai dari KPPS, PPD hingga KPU.
“Persoalan sebenarnya pada proses rekapitulasi
suara. Bukan pada sarana sistem nokennya tetapi bagaimana rekapitulasi itu
diadministrasikan secara berjenjang. Sebab selama ini masyarakat seusai
menyalurkan suara tidak lagi mengawal proses rekapitulasi atau
administrasinya”.
“Disitulah bisa terjadi kecurangan suara si A dalam perjalanan
berubah ke si B. Makanya KPU Papua akan lebih fokus pada mekanisme rekapitulasi
yang perlu dikerjakan dan diadministrasikan dengan baik oleh penyelenggara. Dan
kalau bisa saat memberi suara mesti tunggu dan kawal. Sebab di tengah jalan
suara bisa berubah,” tutupnya.