Gubernur Lukas Enembe resmi telah menetapkan
21 November sebagai hari Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua. Peringatan
ini akan diawali pada 2017 melalui kegiatan pameran dan ekspos hasil pembanguan
selama kurun waktu empat tahun terakhir.
Menurut Sekda Papua Hery Dosinaen, penetapan
21 November sebagai hari Otsus, bertujuan menginformasikan serta mengingatkan
pemberian status Otsus kepada masyarakat Papua, yang bukan merupakan hadiah
tetapi hasil perjuangan seluruh komponen rakyat untuk mendapatkan hakekat
kemerdekaan dalam bingkai NKRI.
“Sebab bila dicermati masa dari periode Otsus
yang diberikan pemerintah pusat, khususnya terkait beberapa kewenangan
anggaran, sebagian akan berakhir lima tahun lagi (2022),” terang Sekda
Hery pada seminar nasional dan dialog
Papua membangun, Selasa (14/11) di Jayapura.
Dikatakan Sekda, setelah mempertimbangkan
kondisi maupun dinamika dewasa ini, harus jujur dikatakan bahwa UU Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otsus bagi papua, sudah tidak sesuai dengan dinamika sosial
dan politik di Papua.
Sehingga perlu dilakukan penyesuaian supaya
mampu menjadi lokomotif untuk menjawab harapan seluruh rakyat Papua.
“Oleh karena itu, melalui momentum seminar ini
diimbau kepada semua pihak terutama kaum intelektual Papua, guna merapatkan
barisan memperjuangkan penyesuaian UU Otsus sampai berhasil”.
“Saya percaya dan berharap agar kajian-kajian
dalam seminar ini menjadi langkah awal dan sebagai masukan konstruktif dalam
merancang penyesuaian draft UU Otsus Papua, sekaligus meramu strategi untuk
bisa diakomodasi serta disetujui oleh pusat. Tanpa menghilangkan nilai dasar
jati diri dan martabat orang asli Papua,” terangnya.
Ditambahkan, penyelenggaraan seminar nasional
dan dialog Papua membangun, dilakukan untuk merefleksi serta menengok kembali
perjalanan Otsus yang telah diberikan pemerintah pusat sejak 2001 yang lalu.
Sehingga diharapkan melalui forum ini, dapat
dirumuskan hal yang positif untuk menjadi dasar pijakan dalam pembangunan Papua
di masa yang akan datang.