Kampanye Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) di Sleman Yogyakarta yang menampilkan Ketua Umumnya, Jenderal (Purn) R. Hartono, menuai kecaman.
Hartono yang dalam kampanyenya mengajak masyarakat untuk menjadi anteknya Soeharto, dinilai telah melukai hati masyarakat dan sangat tidak etis. KPU dan Panwaslu DI Yogyakarta sedang mencari pasal untuk memberi teguran atau sanksi kepada Hartono.
Anggota Panwaslu DI Yogyakarta, Muhammad Wafiek, kepada Tempo News Room hari ini (15/3) mengatakan pernyataan Hartono saat kampanye di Yogyakarta memang menimbulkan keluhan dari berbagai pihak. Masyarakat, katanya, menyayangkan pernyataan Hartono yang secara terang-terangan mengajak masyarakat menjadi antek-anteknya Soeharto.
"Panwaslu sangat hati-hati untuk menyikapi masalah ini karena Soeharto bukanlah seseorang atau organisasi yang dilarang di negeri ini. Hanya memang, pernyataan Hartono yang mengajak masyarakat menjadi antek konotasinya jelas negatif. Kata antek dikenal masyarakat sebagai sebuah konotasi jelek. Kita sedang mencari pasal-pasal mana yang bisa untuk menjerat Hartono," kata Wafiek.
Menurut Wafiek, sampai saat ini Panwaslu masih menunggu laporan resmi dari masyarakat atau dari partai politik lain terkait kampanye yang dilakukan Hartono. Jika ada laporan resmi, kata dia, Panwaslu akan segera menindaklanjuti, yang mungkin bisa dikaitkan dengan pelanggaran keputusan KPU Nomor 7 Tahun 2004.
Di tempat terpisah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yogyakarta, Suparman Marzuki, menyatakan pihaknya akan memberi peringatan kepada Hartono terkait pernyataannya. Menurutnya, kampanye Hartono yang mengajak masyarakat menjadi anteknya Soeharto dinilai tidak sesuai dengan Pasal 4 Ayat (3) SK KPU Nomor 1 Tahun 2004.
"Dalam kampanye diharuskan sesuai dengan sopan-santun dan tata krama. Pernyataan Hartono jelas sebuah pernyataan emosional. Apa tidak ada kalimat lain sehingga harus emosional seperti itu," kata Suparman.
Seperti diberitakan, dalam kampanyenya Minggu (14/3) di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, R. Hartono secara terang-terangan mengajak masyarakat untuk menjadi antek Soeharto. Dengan nada bangga Hartono menyatakan bahwa dirinya yang orang Madura adalah anteknya Soeharto, masa orang Yogyakarta tidak mau menjadi anteknya Pak Harto.
Sementara itu Koordinator Gerakan Anti-Politisi Busuk Provinsi Yogyakarta, Kamal Firdaus SH, kepada Tempo News Room mengatakan dalam konteks politik pernyataan Hartono adalah suatu yang wajar. Hanya masalahnya, kata Kamal, tergantung masyarakat bersedia atau tidak kembali ke zaman Soeharto dulu.
"Ya, kalau mau kehidupan demokrasi dibelenggu, ada penculikan mahasiswa, kebebasan pers dikebiri, kebebasan menjalankan agama dikekang, ya silakan. Sehingga yang harus diingat, hidup pada masa Pak Harto jelas sangat sengsara. Ada Undang-Undang Subversif, ada penembakan misterius, dan sebagainya," kata Kamal.