Jayapura-Komisi Nasional Hak Asazi Manusia (Komnasham) minta agar pengelolaan Royalty PT. Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 1 persen, berupa dana peningkatakan kesejahteraan bagi masyarakat disekitar lokasi penambangan, diaudit agar ada upaya transparansi penggunaan dana kepada masyarakat. Komnasham juga meminta kepada Pemerintah untuk melakukan review atau pengkajian kembali terhadap kontrak karya PTFI demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sub Komisi Ekonomi, Sosial dan Budaya Komnasham, H. Amidhan mengatakan hal itu, Jumat (13/04) siang, kepada wartawan usai memberikan laporan kunjungan penyelidikan dan pemantauan terhadap PTFI di Kabupaten Mimika, kepada Gubernur Papua, yang diwakili Sekda Papua, Drs. Andi Baso Bassaleng.
Kepada wartawan dikatakan, dalam penyelidikan dan pemantauan yang dilakukan di Kabupaten Mimika, Komnasham telah meneliti sejauh mana penanganan hak-hak atau kebutuhan dasar bagi masyarakat adat di Kabupaten Mimika, khususnya kebutuhan dasar dibidang pendidikan, kesehatan, rasa aman dan hak-hak dasar kesejahteraan lainnya termasuk pangan, sandang dan lain sebagainya. Pihaknya juga telah meminta penjelasan PTFI terkait dengan hak-hak dan kompensasi apa yang diberikan PTFI kepada masyarakat.
Kompensasi tersebut, lanjutnya, berupa rekopmisi serta dana perwalian maupun dana kemitraan sebesar 1 persen yang dikelola untuk 7 suku yang ada disekitar lokasi penambangan. Dana tersebut, dikelola oleh satu lembaga yang bernama Lembaga Pengembangan Masyarakat Amume dan Komoro.
Kompensasi lainnya adalah pembangunan satu rumah sakit tipe C di Mimika dan pembangunan perumahan-perumahan untuk masyarakat adat. ?Terakhir kita dibawa melihat dari udara, disitu kami melihat dibangunnnya rumah-rumah yang tiap satu rumah itu ada tipe 45, kemudian ada type 80 yang satu rumah rata-rata Rp. 350 juta pembangunannya. Menurut mereka, yang lebih memakan biaya itu adalah angkutannya. Karena harus mengangkut kayu memakai pesawat udara. Jadi digambarkan waktu pembangunan perumahan satu hari itu bisa habis Rp. 200 juta biaya dari pengangkutan karena diangkut lewat udara,? ucapnya.
Namun dari pengakuan para tokoh-tokoh 7 suku adat disekitar lokasi penambangan yang apabila diklarifikasi dengan pengakuan PTFI, bahwa mereka (7 suku disekitar lokasi penambangan ? red) tidak pernah menikmati kompensasi royalty PTFI. ?Nah itu dari mereka, maksudnya apa berarti itu harus ada transparansi dan ada review atau pengkajian kembali terhadap kontrak karya PTFI. Sedangkan kontrak itukan sampai dengan 2041, walaupun setiap 10 tahun bisa direview, tapi perkembangan terakhir itu pada era reformasi, sehingga sekarang ini pasti ada perkembangan-perkembangan yang lain dan mestinya pemerintah harus berani mereview sekarang ini, dan jangan ditunggu-tunggu lagi.
Terkait dengan itu, ?Kami meminta agar pengelolaan dana itu diaudit sedemikian rupa agar ada transparansi terhadap masyarakat, bagaimana pengelolaan dana itu dilakukan. Dan harus ada ditunjukan kepada kita kemana saja dana itu dipakai dan apakah itu sudah menyentuh benar-benar kepada masyarakat. Sebab 1 persen dari penghasilan kotor pada data pada tahun 2005 itu diperkirakan sebesar Rp. 400 miliar dan itu tidak kecil. Oleh karena itu kami menganjurkan agar itu diaudit,? tuturnya.
Amidhan menambahkan bahwa dirinya tidak setuju apabila PTFI ditutup. Karena, , apabila PTFI ditutup maka akan merugikan banyak pihak termasuk masyarakat yang berada dalam lingkaran multiplayer efek. Terkait dengan itu, diharapkan agar penggunaan dana 1 persen, diudit agar ada transparansi serta melakukan review kontrak karya PTFI, guna peningkatan kesejahteraan masyarakat ?Kalau saya tidak setuju PTFI ditutup, karena kalau ditutup akan merugikan semua pihak. Misalnya saat ditutupnya pengoperasian PTFI selama 4 hari, kemarin, kerugian yang diterima negara adalah 12 juta US$ yang dalam satu hari keuntungan bisa mencapai 3 juta US$. Itu belum kerugian yang lainnya, tentunya kepada para pekerja dan masyarakat yang tentunya akan rugi karena ada multiplayer efek yang kalau ditutup semua jadi stagnan.
Untuk itu, kami berharap agar penggunaan dana 1 persen diaudit agar ada transparansi. Kemudian melakukan review, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya masyarakat disekitar areal penambangan,? akuinya.**