Jayapura-Penjabat Gubernur Papua, Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si membantah, dirinya memperlambat rencana pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Papua Tahun Anggaran (TA) 2006.
Kepada wartawan dikatakan, bahwa pihak eksekutif telah siap satu bulan sebelumnya untuk melakukan pembahasan dengan pihak legislative. Hal itu, didukung dengan dimasukannya surat resmi permintaan penjadwalan oleh pihak eksekutif kepada pihak legislative beberapa waktu lalu.
"Tidak benar kalau kita memperlambat pembahasan APBD. Sudah sejak sebulan lalu Gubernur siap untuk melaksanakan pembahasan APBD dan kesannya terlambat bukan dari pihak eksekutif. Bukankah DPRP yang sibuk ?,"akunya kepada wartawan, usai melakukan peletakan batu pertama, renovasi
pembangunan Gedung Gereja GKI Eklesia di Makodam Lama, Paldam Jayapura, Minggu (23/4) pagi.
Ketika ditanya wartawan mengenai ketidakhadiran eksekutif terkait dengan rencana awal pembukaan Rapat Paripurna yang sebelumnya dijadwalkan pada tanggal 19 April 2006 oleh pihak DPRP, katanya, "Tidak mungkin saya hadir kemarin, saya menghadap Presiden dan saya juga kemarin ke Jakarta dalam rangka Musrenbang," tuturnya.
Total APBD & APBN Papua TA 2006 Rp. 12 - 14 Trilyun
Sementara itu, Penjabat Gubernur Papua, Sodjuangon Situmorang mengatakan, RAPBD Papua TA 2006, akan mulai dibahas oleh pihak eksekutif dan legislative melalui rapat paripurna, tanggal 27 April 2006. Sehingga apabila RAPBD TA 2006 telah selesai dibahas, maka besaran APBD dan APBN yang
akan cair pada Tahun 2006 di Papua berkisar diantara Rp. 12 - 14 Trilyun.
Sedangkan untuk penggunaannya, kata Situmorang, akan ditekankan pada pembiayaan belanja publik yang langsung menyentuh kepada masyarakat di daerah pedesaan dan perkampungan melalui program pemberdayaan distrik, dalam bentuk pemberian dana segar (fresh money) yang nantinya akan dikelola oleh masyarakat dikampung itu.
"Jadi penggunaan dana ini akan kita juga berikan penekanan di APBD 2006, khususnya untuk dana Otsus, bahwa dana itu harus sampai ke tingkat kampung dan distrik. Itu sudah menjadi komitmen antara Gubernur dengan para Bupati. Dengan kata lain, dana itu akan dikelola langsung oleh kampung dan
distrik, namun bukan dalam bentuk proyek, tapi fresh money dari dana Otsus, dengan tujuan supaya rakyat tahu bahwa Otsus itu memang untuk mereka," paparnya.
Lebih lanjut dikatakan, untuk besaran dana yang akan diberikan nantinya, sangat bervariasi. Untuk satu distrik, katanya, berkisar diantara Rp. 500 juta.- Rp. 1 miliar, dan Rp. 50 juta - Rp. 100 juta untuk satu kampung.
Selain itu, kata Situmorang, pada tahun 2006 ini, Provinsi Papua akan mendapat tambahan dana yang cukup besar pada bidang pendidikan melalui APBN, diluar dari dana sektoral yang ada seperti rehabilitasi gedung SD, penyelesaian paket wajib belajar 9 Tahun dan buta aksara. Besaran dana
tersebut, akan ditambahkan dengan dana yang telah ada pada APBD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Jadi katakanlah kalau kita saat ini mengalokasikan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, Rp. 400 - 500 milyar, tentu untnuk keperluan rehabilitasi sekolah dasar dan menengah, wajib belajar 9 tahun dan buta aksara, maka Departemen Pendidikan akan memberikan dana juga sebesar itu. Kemudian untuk pembicaraan teknisnya, kita akan rapat antara Menteri Diknas dengan Gubernur dan Bupati/Walikota se-Papua tanggal 16 Mei 2006 di Jayapura, yang membicarakan masalah dana sharing ini. Diperkirakan nanti bergerak antara Rp. 300 - 500 milyar. Jadi ini satu tambahan dana diluar yang telah ada pada APBD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Namun, untuk penggunaannya saya harapkan agar dimanfaatkan secara baik, transparan, objektif, terkendali dan terawasi sehingga tepat sasaran," paparnya.
Situmorang menambahkan, untuk pengelolaan dana pembangunan didaerah perkampungan maupun pedesaan melalui dana pemberdayaan kampung yang akan diterapkan pada tahun 2006 ini, akan mendapat pendampingan oleh Pemprov. Perekrutan tenaga pendamping akan diambil dari masyarakat local setempat, untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan. Para pendamping akan diberikan imbalan yang cukup, untuk mendukung terciptanya pelaksanaan pembangunan yang bersih, transparan, terkendali, terawasi dan menyentuh kepada masyarakat.**