UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas
Pekerjaan Umum Provinsi Papua, angkat bicara berkenaan dengan kasus dugaan
korupsi yang membelit atasannya, Djuli Mambaya,
sewaktu menjabat Kepala Dinas Perhubungan.
Kepala UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Papua, Adolof Wakum menyebut, pembangunan terminal penumpang tipe
B Tahun 2016 di Kabupaten Nabire, sebelumnya sudah melewati pengujian sampel
kubus beton K-350 kg/cm² pada 21 Januari 2017 lalu.
Sebagian besar pengujian sampel rata-rata dinyatakan baik,
sehingga disarankan kepada lembaga manapun agar mempertimbangkan untuk
menggunakan sampel kubus beton dalam menghitung pembayaran.
Sebab penggunaan coredrill beton masih diperdebatkan apakah
dapat mewakili semua segmen dan struktur beton yang telah dibangun. Dilain
pihak, esensi dari pengujian lapangan, tidak boleh sampai merusak beton yang
telah dikerjakan.
“Teknisnya kan Beton K350 adalah kekuatan tekan beton 350
kg/cm². Dimana nanti ada sampel yang dibawakan pihak ketiga kepada kami di lab
untuk diuji melalui kubus beton ukuran 15x15x15 cm pada umur 28 hari”.
“Sekali lagi ini sudah jadi spesifikasi umum teknis di bina
marga serta jadi acuan untuk keperluan evaluasi mutu beton, yang juga dipakai
sebagai dasar pembayaran. Sebab kalau kita kembalikan lagi kuat tekan beton itu
dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971, menyebutkan bahwa kuat tekan beton diartikan
sebagai kekuatan tekan yang diperoleh dari benda uji gugus yang berisi 15cm³
pada umur 28 hari. Sehingga menurut hemat kami dasar pembayaran yang dihitung
mesti menggunakan kuat tekan beton kubus,” terang Adolof yang didampingi
jajarannya, Jumat (25/5).
Dengan demikian, lanjut dia, penggunakan Coredrill beton untuk
menghitung pembayaran sebenarnya dirasakan kurang pas. Apalagi dampak dari
penggunaan alat itu akan muncul lebih banyak kerugian, karena sifat dari coredrill
beton yang lebih merusak.
Sementara untuk pengujian lapangan akan jauh lebih baik bila
menggunakan metode uji angka pantul beton keras atau hammer test.
“Hanya memang pada setiap pengujian pasti ada kelemahan,
apalagi saat pengujian lapangan untuk pekerjaan yang sudah selesai. Sebab akan
ada banyak lemahnya karena ada (perhitungan) meleset atau deviasi. Hanya apakah
yang dites (dengan coredrill beton) bisa mewakili seluruh struktur?”
“Tentu memang ada segmen yang lemah tapi di segmen lain kemungkinan
bagus. Nah pertanyaannya juga apakah yang lemah itu kita bisa gunakan untuk menyimpulkan
semuanya lemah? Kan tidak juga. Sebab jika di coredrill semuanya bisa hancur.
Makanya akan lebih kurang tepat jika coredrill beton dipakai untuk menyatakan
mutu beton secara keseluruhan,” jelasnya.
Sementara ditanya terkait perbedaan pengujian antara UPTD Balai
Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua dengan yang
dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihaknya enggan
menanggapi.
Dia hanya memastikan sudah melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai lembaga pengujian dan laboratorium.
“Kami tidak menanggapi soal perbedaan perhitungan antar
lembaga. Yang pasti kita hanya melaksanakan tupoksi kami di laboratorium ini.
Dimana kemarin sampel pengujian kekuatan tekan beton sudah dilakukan sejak 13
Desember 2016 sampai dengan 28 hari berjalan. Dimana nilai kuat tekan kubus
rata-rata diatas standar K-350. Sehingga soal perbedaan perhitungan ini tidak
berpengaruh terhadap hasil yang kami uji tuntasnya.