Masalah tapal batas antar
kabupaten pada satu wilayah adat, kini menjadi bagian yang sulit untuk
dipecahkan. Faktor pemicunya adalah proses pembentukan distrik dan kampung yang
sebelumnya dibentuk keluar dari regulasi maupun aturan yang berlaku.
Tak jarang pun terjadi saling caplok wilayah
sehingga menimbulkan sedikit perselisihan antar kabupaten. Sebab biasanya
pencaplokan kampung yang berdampingan untuk membentuk distrik dengan alasan
pelayanan lebih dekat, masih satu budaya dan lain sebagainya.
Menyikapi hal demikian, Penjabat Gubernur
Papua Soedarmo menilai kedepan perlu ada strategi yang tepat dalam penyelesaian tapal batas.
Yakni dengan dilakukan per wilayah adat,
dengan para asisten sekda maupun kepala bagian pemerintahan, wajib menjadi
motor dalam penyelesaiannya, guna menggerakan seluruh sumber daya dan dukungan
yang ada sebagai upaya penyelesaian permasalahan itu.
Hal itu disampaikan Gubernur Soedarmo dalam
sambutan tertulisnya yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Papua Johana OA Rumbiak,
pada Rapat Koordinasi Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, Jumat (27/7), di
Jayapura.
Dia berharap, penataan distrik dan kampung di sebagian
kabupaten menjadi hal yang tak terbendung. Dimana hal itu memang dibolehkan oleh
regulasi, hanya saja mesti taat pada regulasi terutama syarat administrasi,
syarat fisik kewilayahan serta usia pembentukan.
Dilain pihak, khusus untuk Papua saat ini
kondisi realitas di kabupaten justru berbeda, dimana hampir pasti bupati
menetapkan Perda Pembentukan Kecamatan/Distrik dengan melantik Kepala Distrik, selanjutnya
berkonsultasi kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah.
“Sehingga inilah yang meninggalkan persoalan
panjang. Makanya, saya berharap sekali lagi kepada para asisten dan kepala bagian
pemerintahan sebagai pionir bagi Bupati dan Walikota, agar mengarahkan proses
yang benar dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2018 tentang
distrik,” jelas dia.
Sementara terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah memposisikan Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah, selain
Undang-Undang Sektoral yang diberlakukan di Provinsi Papua, berlaku
juga Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua.
Sehingga dapat dipastikan bahwa Gubernur
Papua menyelenggarakan tiga urusan pemerintahan yang berbeda
namun saling berkaitan.
“Tiga urusan itu, yakni Gubernur Papua
menyelenggarakan urusan Otsus, menyelenggarakan urusan Otonomi Daerah dan berkedudukan
sebagai sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.”
“Sehingga melalui kegiatan ini Soedarmo akan
berdiskusi tentang bagaimana Gubernur Papua memposisikan dirinya sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah. Sebab Gubernur membutuhkan koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi dalam melaksanakan tugas pembinaan, supervisi dan wewenang
yang ditegaskan dalam UU,” pungkasnya.