Jayapura-Direncanakan dalam waktu dekat, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua, akan segera melakukan tinjauan langsung ke lokasi penambangan yang terletak di daerah perbatasan antara Kabupaten Nabire dan Paniai.
Peninjauan tersebut, sekaligus sebagai kegiatan pembinaan, pengaturan untuk penambangan rakyat, pengawasan, serta pengkajian lebih luas tentang tata cara pemberian ijin kedepan melalui koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Paniai dan Nabire
Disinyalir, tinjauan tersebut, baru akan dilakukan setelah pihak dinas pertambangan mendapatkan informasi bahwa ada terjadi tarik ulur masalah perijinan yang dikeluarkan oleh Bupati Nabire dan Paniai di wilayah perbatasan.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Paulus Jentewo, BE, didampingi Kepala Seksi Perijinan Dinas Pertambangan Provinsi Papua, Ir. Maran
Gultom, M.Si, membantah akan hal itu.
Menurut mereka, untuk menyelesaikan masalah perijinan di disana, pihaknya telah menyurati Kapolda Papua dengan tembusan Gubernur Papua, Muspida Papua, beserta Bupati Nabire dan Ketua DPRD Kabupaten Paniai, pada tanggal 12 Desember 2005 dengan nomor surat 450/448, yang menyarankan agar pemberian ijin pertambangan emas di wilayah tersebut, dihentikan sementara sambil menunggu hasil pengkajian terhadap berbagai aspek sebelum ditetapkannya suatu kawasan untuk diekstraksi atau tidak. Karena banyak aspek yang perlu dikaji termasuk perolehan manfaat ekonomi bagi yang perlu dikaji, termasuk perolehan manfaat ekonomi bagi Pemerintah Kabupaten Nabire dan masyarakat pemegang hak ulayat.
Menjawab wartawan tentang perhatian masalah hak ulayat rakyat oleh Dinas Pertambangan Provinsi, kata Jentewo, dalam surat tersebut telah dicantumkan ?bahwa sumber daya mineral emas di Kabupaten Nabire merupakan salah satu modal asset bagi Pemda untuk memperoleh nilai riel ekonomi, yakni dengan menyewakan asset dimaksud kepada investor, maka dengan demikian, nilai ekonomi berupa keuntungan atas pelimpahan hak penguasaan kepada investor, akan dijadikan sebagai modal social dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Nabire. Kemudian apabila sumber daya mineral emas ini tidak dikelola dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan mendatangkan bencana buruk bagi pertumbuhan perekonomian?.
Menurut Jentewo, yang menjadi masalah saat ini adalah masalah penerbitan ijin oleh para Kepala Daerah di kedua wilayah perbatasan itu. Lebih lanjut, akunya, pemberian ijin oleh Kepala Daerah, harus mencantumkan lokasi penambangan dengan titik koordinat yang benar. Disamping itu, pekerjaan pendulangan yang dilakukan oleh para investor disana, harus sesuai dengan penentuan lokasi maupun titik koordinat yang dimaksud. Dengan kata lain, diharapkan agar pekerjaan pendulangan tidak melewati titik koodrinat yang telah ditentukan sebelumnya.
?Jadi, yang menjadi masalah kalau pemberian ijin tidak mencantumkan titik koordinat pengerjaan yang jelas. Selain itu, oengerjaan oleh investor harus sesuai titik koordinat yang dicantumkan dalam perijinan. Pengerjaan tidak boleh melewati titik koordinat atau masuk ke daerah cagar alam,? paparnya.
Disinggung wartawan apakah pemberian ijin oleh Bupati legal atau tidak, kata Jentewo, pemberian ijin kepada para Bupati sepanjang masih berada di wilayah mereka adalah legal. Namun, lanjutnya, menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, pemberian ijin penambangan untuk daerah perbatasan seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua. Sehingga dalam pengerjaannya nanti, akan disusun titik koordinat yang tepat, untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan dan hal teknis lainnya yang hanya merugikan masyarakat.
Ketika ditanya wartawan terkait dengan kerusakan lingkungan akibat penambangan illegal, kata Jentewo, pihaknya belum mendapat informasi yang jelas. ?Saya belum dapat informasi yang jelas, namun dalam waktu dekat kami akan turun disana sekaligus mengecek apakah terjadi kerusakan lingkungan disana,? akuinya.**