Jayapura-Penjabat Gubernur Papua, Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si, minta, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Papua, selaku wadah dari pekerja maupun buruh, agar mengedepankan musyawarah dan mufakat serta upaya perundingan-perundingan dalam menyikapi penolakan revisi UU Nomor 13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan.
Penuturan itu, disampaikan Gubernur melalui sambutan tertulis yang dibacakan Asisten III, Setda Provinsi Papua, Drs. Djabar Abdul Kadir, pada acara dialog penolakan revisi UU RI Nomor 13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan, yang digelar di Sasana Karya Kantor Gubernur Dok II, Jayapura, Kamis (18/5) kemarin.
Menurut Gubernur, penyelesaian masalah melalui musyawarah dan perundingan-perundingan, akan membangun hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Sehingga demikian, melalui pelaksanaan dialog yang digelar, diharapkan dapat menghasilkan suatu kebijakan maupun saran-saran kepada Pemerintah Pusat, untuk mempertimbangkan pemberlakukan revisi yang dianggap oleh para pekerja sangat merugikan.
"Saya yakin untuk Papua, juga tidak luput dari berbagai kekhawatiran dengan adanya revisi UU Nomor 13 Tahun 2003, tapi saya minta kepada Konfederasi SPSI Papua selaku wadah dari pekerja kita, agar mengedepankan musyawarah dan perundingan, untuk menyikapi revisi tersebut.
Jadi, marilah kita sama-sama bertukar pikiran dalam acara dialog dan menetapkan suatu kebijakan atau saran-saran kepada Pemerintah Pusat apakah revisi ini terus dilanjutkan, karena ada beberapa hal, karena ada beberapa pasal yang dianggap pekerja sangat krusial dan merugikan," paparnya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada tanggal 5 April 2006 - 3 Mei 2006, terjadi demo nasional yang dilakukan oleh semua buruh atau pekerja seluruh Indonesia, tidak terkecuali Papua. Polemik tentang perlu tidaknya revisi UU Nomor 3 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan beberapa pekan terakhir memancing reaksi keras dari berbagai kalangan. Kaum buruh menjadi kelompok yang pling depan dalam penolakan revisi tersebut.
Dikhawatirkan jika revisi tersebut digolkan, akan makin memperburuk nasib buruh di Indonesia. selama ini buruh belum mendapat intensif yang layak, guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Gelombang protes mencapai klimaks ketika puluhan ribu buruh menggelar mogok nasional minggu lalu, yang berakhir rusuh di Jakarta dan berbagai kota besar lainnya di Indonesia.
Melihat berbagai gejala tersebut, pemerintah mengambil langkah strategis dan menunjukan respon positif atas aspirasi buruh. Presiden Susilo Bambang Yhudoyono mengatakan, revisi tersebut tidak akan pernah disampaikan ke DPR, kecuali ada perbaikan yang signifikan sehingga tidak lagi mengundang polemik. Langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah menggelar pertemuan tripartit antar stakeholder yang berkepentingan dengan UU ini. Tiga pihak yang melakukan dialog antara lain, pemerintah, pengusaha dan buruh. Diharapkan dari pertemuan itu akan mampu memediasi isu yang ada sehingga berlangsung konstruktuf.
Sebenarnya perteman tripartit tahap pertama telah berlangsung pada bulan Januari 2006 lalu, namun pertemuan itu gagal mencapai consensus final, sehingga kali ini diperlukan dialog yang lebih intensif. Langkah kedua, draft revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 sedang dikaji secara mendalam oleh lima universitas di tanah air, yakni Universitas Hasanudin, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Sumatra Utara.
Disamping itu, juga melibatkan lembaga independen, guna melakukan penelitian di seluruh Indonesia, di perusahaan-perusahaan, yang berkaitan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 dari segi implementasinya. Presiden SusiloBambang Yhudoyono juga berharap agar tripartit dapat menggunakan hasil kajian itu dalam upaya menata lebih baik system kebijakan dan UU yang kita miliki.
Menurut Gubernur, dengan adanya kesamaan visi antar ketiga pihak, sebetulnya dapat mengembangkan iklim tenaga kerja yang lebih baik, sekaligus perusahaan dan ekonomi nasional. "Untuk itu kita harus memikirkan konsep lain atau konsep tambahan yang kita integrasikan dalam UU yang menyangkut ketenagakerjaan. Presiden juga memerintahkan kepada jajaran pemerintah secara tehnis, yakni Menakertrans bersama-sama tripartit lainnya melakukan pembahasan, konsultasi dan lain-lain sebagai upaya penyelesainnya, dan upaya seperti ini yang seharusnya dilakukan," ucap Situmorang.**