Badan Pusat Statistik (BPS) Papua menilai
pemberlakuan bagasi berbayar oleh sejumlah maskapai penerbangan, cukup
berdampak negatif terhadap aktivitas maupun kegiatan ekonomi masyarakat di bumi
cenderawasih.
Kendati belum melakukan penghitungan, menurut Kepala BPS
Papua Simon Sapary, dampak itu mulai terlihat dari jumlah penumpang yang datang
dan pergi di Bandara Sentani Jayapura, yang tak sebanyak tahun-tahun
sebelumnya.
“Hal demikian, pula kita hawatirkan berdampak pada para
Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM),” terang Simon di Jayapura, kemarin.
Ia katakan, berbicara mengenai jumlah kunjungan di
bandara-bandara, erat kaitannya dengan wisatawan mancanegara (wisman).
Dengan demikian, ia meyakini nilai rupiah yang besar untuk
membeli tiket pesawat ke Papua, ditambah bagasi berbayar senilai diatas Rp50
ribu per kilogram, maka dapat dipastikan para wisatawan akan berpikir panjang
untuk berkunjung ke provinsi tertimur di Indonesia ini.
“Orang di Jakarta bisa berpikir dua kali sebab biaya ke
Papua lebih mahal ketimbang ke Malaysia, Thailand atau Singapura. Belum lagi
seorang penumpang hanya dikenakan jatah tujuh kilogram tas ukuran sedang atau
kecil. Sehingga bila kelebihan sekilo langsung diminta membayar kelebihannya.”
“Memang kita belum ada data pasti seberapa besar
pengaruhnya, tapi sudah pasti berdampak,” akunya.
Dia katakan, pihaknya baru mendorong pihak terkait untuk
sama-sama dengan institusinya melakukan pengukuran, seberapa besar dampak dari
pemberlakuan bagasi berbayar. Oleh karenanya, ia dalam waktu dekat bakal
menghubungi pemerintah daerah dan pihak terkait, untuk menghitung seberapa
besar dampak dari pemberlakuan bagasi berbayar itu.
Ditempat yang sama, Kepala Bidang Neraca Wilayah dan
Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Eko Mardiana siap
melakukan perhitungan bersama pihak terkait. Pihaknya pun berharap kebijakan
ini agar dapat dikaji ulang, sebab cukup membebani konsumen.