Pelaksana Tugas Direktur PT. Percetakan
Rakyat Papua (PRP) Yustinus Saraun menyatakan logowo (menerima kondisi), dimana
sejumlah aset yang dimiliki kini mesti disita pengadilan.
Penyitaan pun diakibatkan perusahaan yang dipimpinnya itu, harus
menyataan diri pailit akibat salah kelola manajemen lama.
“Pada akhirnya seluruh pegawai berontak karena hak-hak
(berupa gaji dan lainnya) belum dibayar. Dan memang saya saat ini hanya sebagai
pelaksana tugas tidak punya kekuatan hukum untuk memberhentikan pekerja,
sehingga semua berjalan seperti saat ini sampai pada penyitaan aset,” kata
Yustinus di Jayapura, Selasa (21/5).
Menurut ia, pihak PT. Irian Bhakti Mandiri (IBM) sebagai
induk organisasi sebenarnya ingin melakukan perbaikan PT. PRP. Dimana, pihaknya
pernah mengupayakan membayar gaji para karyawan mulai April s/d September 2016
sewaktu memipin PT. PRP.
Sayangnya dikarenakan tidak ada order cetak lagi, maka
perusahaan ini tidak bisa berjalan dengan baik, namun karyawan tidak bisa serta
merta dipecat karena harus ada SK resmi.
“Tapi dengan setelah penyitaan nanti saya bersama PT. IBM
akan duduk bersama untuk membicarakan pembayaran hak-hak karyawan mengingat
sudah ada keputusan tetap dari Pengadilan Negeri”.
“Kami juga sedang upayakan hal ini, mudah-mudahan lewat
gubernur masalah ini bisa segera diselesaikan. Sebab surat sudah kami ajukan ke
gubernur. Yah, pada intinya kami ingin selamatkan semua aset. karena aset-aset
PRP adalah milik pemerintah daerah bukan punya percetakan," sambungnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Klas 1A Jayapura berdasarkan
putusan hubungan industrial Nomor : 10/Pdt.Sus/PHI/2017/PNJAP tanggal 21
Februari 2018 melakukan sita eksekusi aset milik perusahaan PT Percetakan
Rakyat Papua (PRP), untuk membayar hak-hak para pekerja mantan karyawan PRP
yang belum terbayar sebesar Rp1 miliar lebih.
Frederik Padalingan, saksi juru sita dari Pengadilan Negeri
Jayapura mengatakan pengadilan telah memenangkan pihak penggugat yang menuntut
haknya selama bekerja di PRP, dikarenakan telah dipecat secara sepihak oleh
pihak perusahaan tanpa dibayarkan haknya.
Dalam keputusan pengadilan, tergugat (PT. PRP) dihukum untuk
membayar kepada masing-masing penggugat berupa uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, uang pergantian hak upah yang belum dibayar selama 19 bulan,
kekurangan upah, uang transportasi dan uang makan yang seluruhnya sebesar Rp1
miliar lebih, dan membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini
kepada tergugat sejumlah Rp421 ribu.
Sementara kesepuluh mantan karyawan yang saat ini menuntut
pembayaran hak-haknya yakni, Nelce Mayasari Wanma, Elisa D. Regoy, Putri
Anitasentri, Ahmad Ariyanto, Haris Adriansyah, Sugianto, Luis Loiker Worembai,
Samson Pahabol, Yohana Diana Dimara, dan Abdul Salam.