Jayapura, Provinsi Papua menyiapkan tiga juta hektar lahan untuk perkebunan sawit. Dari jumlah itu baru terealisasi 38.800 hektar. Sebagian besar sudah berproduksi, sedangkan sisanya dalam proses persiapan penanaman.
Papua ditargetkan menjadi salah satu produsen sawit terbesar di Indonesia di masa yang akan datang. Dalam waktu dekat akan dibangun pabrik industri pengolahan sawit di Papua.
Demikian dikatakan Wakil Kepala Dinas Perkebunan Papua Boas Karuway pada "Sosialisasi dan Diskusi Forest Conversion Initiative yang diselenggarakan" WWF (World Wide Fund for Nature) Sahul-Papua di Jayapura, Sabtu (10/5).
Lahan seluas tiga juta ha yang disiapkan untuk perkebunan tersebut sudah dinyatakan layak untuk sawit sesuai hasil survei Dinas Perkebunan Papua dan tersebar di seluruh kabupaten di Papua.
Menurut Karuway, dari 2,3 juta penduduk Papua, 73 persen bekerja sebagai petani. Namun, untuk mendapatkan angka pasti jumlah lahan pertanian di Papua yang telah dikelola sulit karena sebagian lahan berupa semak dan hutan yang termasuk areal pertanian rakyat.
Sistem pertanian yang dikembangkan masih jauh tertinggal dengan pertanian di Jawa karena masih sangat tradisional dan masih bergantung penuh pada hasil alam.
Dari tiga juta ha lahan peruntukan sawit, lahan yang akan dibangun pada tahun anggaran 2003-2004 seluas 344.000 ha, terdiri atas Jayapura seluas 163.000 ha, Manokwari 35.000 ha, Sorong 76.000 ha, dan Merauke sekitar 70.000 ha. Sisa lahan potensial masih sekitar 2,6 juta ha.
Bersamaan transmigrasi
Sawit mulai dikembangkan tahun 1983 bersamaan dengan kehadiran para transmigran di Papua. Produksi sawit pada tahun 2002 mencapai 350.000 ton dalam bentuk tandan buah segar (TBS).
Harga sawit dari petani transmigran Rp 310 per kg TBS dibeli pihak PT Perkebunan Nusantara (PN) II. Harga tersebut sudah dipotong cicilan untuk pembayaran kredit lahan sawit.
Satu hektar lahan sawit dijual kepada petani Rp 8 juta dengan sistem cicilan. Sebagian besar petani di lokasi transmigrasi Arso, Kabupaten Kerom, dan Prafi, Kabupaten Manokwari, telah melunasi kredit tersebut.
Pihak PTPN mengolah sawit tersebut dalam bentuk minyak mentah (crude palm oil/CPO) kemudian dikirim ke Surabaya dan Jakarta untuk diproses lebih lanjut.
Papua memiliki dua pabrik pengolahan CPO, yakni dua di transmigrasi Arso dan di Prafi.
Menurut Karuway, Dinas Perkebunan Papua sedang mengupayakan pembangunan industri pengolahan kelapa sawit di Jayapura. Industri pengolahan kelapa sawit tersebut sangat penting mengingat prospek perkebunan sawit dan produksi sawit ke depan sangat besar.
Dikatakan, pembangunan industri sawit dapat menyerap tenaga kerja dan menekan harga minyak goreng di Papua yang selama ini didatangkan dari luar Papua dengan ongkos angkut yang tinggi
Karuway mengungkapkan, sampai sekarang pihak Dinas Perkebunan belum melakukan perhitungan berapa kontribusi dari sawit yang disumbangkan untuk pendapatan daerah. Biasanya, pihak pengusaha melakukan negosiasi dengan Dinas Perkebunan dan pemegang hak ulayat, kemudian membangun kantor di lokasi perkebunan yang jauh dari Jayapura.
"Biasanya setelah mendapat izin untuk usaha, semua hasil produksi sawit dikirim ke luar Papua dengan kapal khusus melalui pelabuhan sendiri. Pemda sendiri tidak tahu berapa yang semestinya diperoleh sebagai PAD (pendapatan asli daerah)," katanya. (kor)