Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua
kembali merilis sembilan kabupaten yang mendapat rapor merah dalam pelayanan
kesehatan. Kesembilan kabupaten itu, yakni Kabupaten Waropen, Mamberamo Raya,
Deyai, Dogiyai, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Nduga, dan Yahukimo.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Papua Aloysius Giay, dari
sembilan kabupaten tersebut, ada
sejumlah kabupaten yang mendapat rapor merah tiga tahun berturut-turut.
“Sehingga saya katakan sebagai manusia seharusnya (pejabat
terkait) memiliki rasa malu terhadap nilai rapor yang seperti itu. Karena
semestinya tahun lalu melakukan evaluasi diri supaya bisa melakukan perbaikian,
membuat invovasi maupun kreasi sehingga bisa keluar dari rapor merah,” ucap
Aloysius, di Jayapura, kemarin.
Masih dikatakan dia, kurang maksimalnya pelayan di kabupaten
diduga karena aspek sistem manajemen yang tidak dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Dilain pihak, para bupati juga terkesan kurang peduli terhadap penanganan
masalah kesehatan di wilayahnya.
“Sehingga sistem pelayanan kesehatan di sembilan kabupaten
ini kurang berjalan baik. Mestinya kalau kepala dinas kesehatannya seperti itu
(tidak bisa meningkatkan pelayanan kesehatan), mestinya dievaluasi (dimutasi) cepat
oleh pimpinan daerah. Karena rapor ini fakta dan sebagai laporan ke para bupati,” tuturnya.
Aloysius pun mengkritisi alasan klasik yang kerap dijadikan
tumbal oleh para aparatur pelayanan kesehatan di kabupaten yang memiliki rapor
merah.
Dimana sebagian besarnya kerap memakai alasan transportasi,
biaya, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), padahal kadang aparatur
kesehatannya lebih banyak tinggal di wilayah perkotaan.
“Mereka bahkan tidak ke lapangan dan ketika kami tanyakan kenapa
tidak naik, jawab mereka tidak diberikan insentif”.
“Kemudian kalau dikeluhkan tenaga ksehatan kurang, sebenarnya
sudah ada tim nusantara sehat individual, kemudian ada juga tim dari dinas
kesehatan seperti Satuan Tugas (Satgas) Kaki Telanjang, Satgas Terapung, kemudian
tenaga kesehatan terisolir yang diutus ke tempat daerah dengan potensi kejadian
luar biasa (KLB). Sehingga sebenarnya tak ada alasan lagi, belum lagi dana
besar yang turun ke daerah,” keluhnya.