Manajemen Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Jayapura bergerak cepat menindaklanjuti laporan pasien cuci darah
yang dibebankan untuk membeli obat diluar rumah sakit.
Menurut Plt Direktur RSUD Jayapura, Anggiat
Situmorang, pihaknya sudah memerintahkan wakil direktur bidang pelayanan untuk
mengumpulkan bagian farmasi, BPJS serta dokter yang melakukan penanganan, guna
mencari kebenaran mengenai laporan tersebut.
“Memang saya sudah terima laporan itu. Bahkan
Ombudsman kemarin sudah berkunjung ke RSUD Jayapura. Bahkan sudah ada diskusi antara
Ombudsman dengan manajemen rumah sakit, namun yang pasti kita sedang
mengumpulkan bukti-bukti mengenai laporan seperti itu.”
“Yang pasti kita ingin menegakkan aturan di
rumah sakit. Namun saat ini saya sedang berada di Merauke mengikuti Rapat kerja
Inspektorat. Sekembalinya ke Jayapura akan langsung saya minta laporan.”
Dia katakan, pada prinsipnya RSUD Jayapura tidak
membenarkan seorang pasien BPJS atau Kartu Papua Sehat (KPS) dibebankan pembelian
obat diluar rumah sakit. Sebab jika stok obat di rumah sakit tak ada, maka
mestinya pihak farmasi di rumah sakit lah yang mencari penggantinya di luar.
“Bukan sebaliknya pasien yang dibebankan
pembelian obat. Karena kan pasien BPJS dan KPS ini sudah dijamin biaya pengobatannya
oleh pemerintah,” terang dia.
Oleh karena itu, sambung dia, jika laporan itu
benar-benar terbukti maka oknum tersebut dipastikan akan diberi sanksi.
“Ya (akan diberi sanksi) tapi sekali lagi kita
kumpulkan dulu semuanya lalu mencari siapa dan bagaimana kesalahan itu bisa
terjadi. Kita masih teliti dulu dan yang jelas sudah saya perintahkan untuk ditindaklanjuti
laporan seperti ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia
Perwakilan Papua menyebut RSUD Jayapura membebankan kurang lebih 100 pasien
cuci darah cuci darah untuk membeli obat diluar rumah sakit.
Kepala Ombudsman RI Papua Iwanggin Oliv Sabar
mengatakan rata-rata pasien pemegang kartu BPJS dan KPS ini diminta membeli
sendiri cairan NaC1, heparin injeksi, recormon/hemapo injeksi, serta sol cart
B.
“Pihak rumah sakit beralasan obat yang akan
dipakai habis sehingga pasien diminta membeli diluar,” sebutnya.