Hal itu diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke Kantor Pusat PLN di Jakarta. Dalam kunjungan tersebut, Presiden juga didampingi Menneg BUMN Sugiharto serta Deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi Roes Aryawijaya. Presiden menjelaskan, ada berbagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan tarif. Pertama, disesuaikan dengan nilai keekonomian. Kedua, disesuaikan dengan situasi pasar. Ketiga, dilihat secara utuh kemampuan daya beli rakyat.
Dalam kondisi saat ini, kata presiden, kenaikan TDL atau harga BBM akan membebani semua, yang akhirnya memicu inflasi dan secara menyeluruh tidak baik untuk perekonomian. “Atas dasar itulah pemerintah memilih subsidi dan tidak memilih menaikkan TDL,” ujar Presiden. Menurut Kepala Negara, pemberian subsidi listrik dipelajari secara matang agar tidak mengganggu kesehatan APBN dan tidak terjadi tuntutan untuk menaikkan TDL oleh PLN. Kebijakan yang sama berlaku untuk BBM. Presiden SBY menyatakan, pemerintah berketetapan untuk mempertahankan harga BBM pada tahun depan. ”Itu kita pertahankan mengingat kita perlu waktu untuk terus meningkatkan ekonomi, meningkatkan pendapatan negara, pendapatan rakyat, termasuk daya beli mereka. Dalam konteks itulah memang masih diperlukan subsidi bagi rakyat,” ungkapnya.
Sejak menjabat presiden Oktober 2004, SBY telah dua kali menaikkan harga BBM. Pertama pada Maret 2005 sebesar 22-47% dan pada Oktober 2005 rata-rata sebesar 126%. Sedangkan untuk TDL, kenaikan terakhir terjadi pada kuartal III-2003. Ketika itu pemerintah memutuskan kenaikan TDL 6% setiap kuartal, namun kebijakan itu terhenti pada kuartal IV-2003. Subsidi listrik dalam APBN-P 2006 sebesar Rp 32,2 triliun dan APBN 2007 sebesar Rp 25,8 triliun. Sementara itu, subsidi BBM pada APBN 2007 ditetapkan Rp 61,9 triliun, lebih rendah dari APBN-P 2006 Rp 64,21 Triliun. Presiden mengatakan, pemerintah akan terus mendorong PLN agar semua program dan langkah-langkah yang dilaksanakan BUMN kelistrikan ini bisa mencapai sasaran. Terutama program pembangunan PLTU 10.000 MW yang diharapkan bisa terealisasi pada tiga hingga lima tahun mendatang, guna mengatasi kekurangan pasokan listrik. Selain itu, PLN diminta memperhatikan secara serius kebutuhan listrik beberapa daerah yang mengalami defisit, baik di Jawa maupun beberapa daerah luar Jawa. Pemerintah berencana membangun PLTU 10.000 MW hingga 2009. Itu terbagi atas 6.900 MW di Jawa dan sisanya di luar Jawa. Pemenang tender dua PLTU di Jawa baru saja diumumkan pemerintah pekan ini.
Kasus Borang
Dalam kesempatan itu, SBY juga meminta agar PLN bertindak tanpa ragu untuk menyelesaikan semua proyek tenaga listrik yang dikerjakan, terutama untuk daerah yang kekurangan listrik. Namun pelaksanaan tender proyek kelistrikan diminta agar lebih transparan. “Kalau ada keragu-raguan, berkonsultasilah dengan atasan, ada menteri atau presiden. Ada kalanya PLN harus mengambil tindakan cepat karena keadaan kritis, di lapangan kekurangan sumber daya listrik,” tegasnya. Presiden berharap, jika ada kebijakan yang harus diambil cepat tapi bertentangan dengan aturan atau perundang-undangan, manajemen PLN perlu konsultasi untuk memastikan tindakan yang diambil benar. Dengan demikian, kata Presiden, niat yang baik tidak jadi masalah di kemudian hari. ”Kalau ada keadaan mendesak harus segera dicarikan solusinya, sehingga bisa segera diatasi,” kata dia.
Direktur Utama PLN Eddie Widiono mengatakan, arahan Presiden sangat jelas agar manajemen PLN tidak ragu untuk mengambil kebijakan demi kepentingan masyarakat. Dia menambahkan, kedatangan Presiden tidak ada kaitannya dengan status dirinya sebagai tersangka dalam kasus Borang. “Tidak ada yang spesifik soal kasus itu (Borang,red). Kedatangan Presiden adalah bentuk kepercayaan yang besar,” katanya. Mengenai besaran subsidi listrik tahun 2007 yang besarnya Rp 25,8 triliun, kata Eddie, pihaknya akan mempergunakan seoptimal mungkin. "Kita akan gunakan logika, nurani, dan profesionalisme. Cukup atau tidak cukup harus dicoba dulu,” tegasnya.